Proyek Gasifikasi Batu Bara Muara Enim, Bahlil: Full Investasi AS

VIVA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM, Bahlil Lahadalia melaporkan kepada Presiden Joko Widodo terkait proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter atau (DME) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Bahlil mengatakan, proyek yang bekerjasama dengan Air Products and Chemicals Inc ini sejatinya sudah diinisiasi sejak 2020. Saat itu, Kenterian BUMN Erick Thohir dengan Pertamina membicarakan kerja sama ini ke Amerika. Kemudian dilanjutkan lagi pembahasan teknis dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif

"Tapi barang ini belum bergerak. Kemudian bapak perintahkan kami, saya ingat betul begitu dilantik jadi Menteri Investasi, tugas pertama adalah bagaimana menyelesaikan hilirisasi. Kemudian kemarin kita di Dubai akhir bulan November kita tandatangani MOU investasi Air Products pak sebesar US$15 billion, Air Products ini kerja sama sama PT BA sama Pertamina, kerjanya di wilayah Sumsel," kata Bahlil, Senin, 24 Januari 2022

Bahlil menyampaikan bahwa realisasi investasi ini nilainya sebesar Rp33 triliun dengan waktu pengerjaan selama 36 bulan. Tetapi Bahlil meminta agar dapat diselesaikan dalam waktu 30 bulan.

"Investasi ini full dari Amerika Pak, bukan dari Korea, bukan dari Jepang, bukan juga dari China. Jadi sekaligus penyampaian bahwa tidak benar kalau ada pemahaman negara ini hanya fokus investasi satu negara," kata Bahlil.

"Ini buktinya kita membuat pertimbangan ini Amerika investasinya cukup gede Pak. Ini investasi kedua setelah Freeport yang terbesar untuk tahun ini pak," tambah Bahlil.

Dari proyek ini, menurut Bahlil akan menghasilkan lapangan pekerjaan 12 ribu sampai 13 ribu dari konstruksi yang dilakukan oleh Air Products. Ditambah lagi begitu existing berproduksi lapangan pekerjaan disiapkan yang tetap ada 3.000 orang.



Jokowi groundbreaking proyek DME di Muara Enim, Sumatera Selatan.

Photo :

• Anwar Sadat/VIVA.

"Itu yang langsung Pak. Tapi kalau yang tidak langsung kontraktornya, subkontraktornya, multiplier effect itu bisa 3 sampai 4 kali lipat dari yang ada," ujarnya.

Yang terpenting kata Bahlil, hasilnya daripada gasifikasi ini untuk mengurangi impor Indonesia. Jadi impor Indonesia untuk memenuhi kebutuhan gas LPG rata-rata 1 tahun, berkisar 6 sampai 7 juta. Selain itu subsidi yang diberikan Pemerintah untuk LPG juga cukup besar.

"Di dalam perhitungan kami setiap 1 juta Ton hilirisasi, kita bisa melakukan efisiensi kurang lebih sekitar Rp6-7 triliun, itu efisiensi Pak dari subsidi. Jadi tidak ada alasan lagi untuk kita tidak mendukung program hilirisasi untuk melahirkan subsititusi impor," ujar Bahlil.

Halaman Selanjutnya

"Itu yang langsung Pak. Tapi kalau yang tidak langsung kontraktornya, subkontraktornya, multiplier effect itu bisa 3 sampai 4 kali lipat dari yang ada," ujarnya.