Reformasi Subsidi Energi Dipastikan Bakal Lindungi Masyarakat Miskin

Ilustrasi subsidi energi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA – Pemerintah memastikan akan terus melakukan reformasi subsidi energi ke depannya. Hal itu guna memastikan target dari kebijakan itu tepat sasaran kepada masyarakat miskin. 

Akhiri Masa Siaga, PLN Sukses Layani Kelistrikan Nasional Selama Idul Fitri 2024

Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, Pemerintah terus berupaya memperbaiki kebijakan subsidi energi tiap tahunnya. Yang jadi sorotan saat ini adalah bagaimana subsidi itu bisa langsung dirasakan yang berhak.

“Di satu sisi, reformasi subsidi energi ini juga harus selalu melindungi masyarakat miskin dan rentan melalui mekanisme semacam bantuan cash transfer. Sehingga daya beli masyarakat miskin dan rentan tetap tetap terjaga,” kata Febrio saat menjadi pembicara kunci dalam webinar bertajuk 'Reformasi Subsidi Bahan Bakar Fosil di G20: Bagaimana Mencapai Pemulihan Pasca Pandemi?',Rabu, 16 Maret 2022.

Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan Hingga Stabilitas Geopolitik

Febrio menjabarkan, Indonesia sudah pernah melakukan reformasi subsidi energi pada 2015. Ketika itu, Pemerintah menghapus subsidi BBM premium, subsidi tetap untuk solar dan menghapus 12 golongan pelanggan listrik dari daftar penerima subsidi.

Hasilnya lanjut Febrio, adanya ruang fiskal yang signifikan di APBN. Anggaran subsidi energi turun dari Rp341 triliun menjadi Rp119 triliun atau hemat 65 persen. 

Sri Mulyani Bertemu Menkeu Selandia Baru, Ini yang Dibahas

"Penambahan ruang fiskal memungkinkan Pemerintah untuk menaikkan anggaran sektor lain seperti infrastruktur dan dana bantuan sosial dan juga anggaran untuk pendidikan dan Kesehatan,” ungkap Febrio.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu.

Photo :
  • Tangkapan layar Zoom Meeting

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan, reformasi subsidi BBM pernah dilakukan di tahun 2015 dan subsidi listrik di tahun 2017 dapat menjadi pembelajaran penting, khususnya untuk mengubah mindset dari belanja konsumtif ke belanja produktif.

"Mengubah belanja kurang produktif menjadi belanja yang produktif. Ini kebijakan subsidi energi yang tepat sasaran," kata Wahyu.

Seperti diketahui, subsidi listrik 2021 mencapai Rp56,61 triliun, termasuk pembayaran diskon tarif PEN 2021 Rp8,79 triliun. Lalu, subsidi elpiji 3 kg tahun 2021 sebesar Rp67,62 triliun, termasuk pembayaran kurang bayar Rp3,72 triliun. Tahun 2015-2021, rata-rata porsi subsidi energi didominasi oleh subsidi listrik.

Wahyu mengatakan, subsidi energi tidak tepat sasaran, belum efektif turunkan kemiskinan dan ketimpangan. Lalu berpotensi meningkatkan kesenjangan. 

Dia mencontohkan, subsidi listrik golongan rumah tangga bersifat lebih progresif karena lebih tepat sasaran untuk pengguna daya 900 VA (miskin dan rentan) berdasar DTKS. Namun pada kenyataannya, masih dinikmati oleh golongan mampu yang menerima manfaat lebih besar karena konsumsi listrik lebih tinggi.

Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan, Indonesia juga tetap dalam tiga isu utama dalam mengangkat transisi energi dalam Presidensi G20. Yaitu, masalah kesehatan global yang belum kondusif, transformasi ekonomi berbasis digital, kemudian transisi menuju energi yang berkelanjutan. 

Transisi energi menuju pemulihan dan produktivitas berkelanjutan disikapi dengan memperkuat energi bersih global dan juga transisi yang adil. Salah satunya melalui sekuritas acceptibilitas energy. Pemerintah juga mengejar kemajuan acceptibilitas dengan tidak meninggalkan hak siapa pun. 

"Kemudian menuju energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan, dan juga modern untuk semuanya khusunya untuk cooking dan elektrifikasi," kata Edi.

Chief Economist Ministry of Ecological Transition of Italy, Aldo Ravazzi mengatakan, permasalahan di Indonesia dan Italia cukup serupa terkait permasalahan dalam melalukan transisi energi. Apabila ingin mencapai transisi energi, penting sekali mempertimbangkan reformasi energi dalam kerangka berpikir yang luas. 

Kedua negara menurutnya, perlu mencoba untuk melihat bagaimana mereformasi subsidi bahan bakar fosil dan secara umum juga subtitusi subsidi memengaruhi lingkungan. 

"Kita dapat dan perlu mendukung konsumen atau masyarakat miskin dan rentan serta sektor-sektor agrikultur dan industri rentan. Namun ini, tidak dapat dicapai dengan menurunkan harga bahan bakar fosil," kata Aldo.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya