Jika Harga Pertamax Tak Naik, Ini Simulasi Beban Ditanggung Pertamina

Mengisi bensin di SPBU.
Sumber :
  • Daihatsu

VIVA – Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 92 ke atas seperti jenis Pertamax telah disesuaikan oleh sejumlah perusahaan non Pertamina. Hal itu dilakukan dalam upaya menghadapi harga minyak dunia yang terus meroket. 

Gempuran Iran ke Israel Bisa Picu Perang Dunia, Intip Dampaknya ke Bursa, Rupiah, hingga Komoditas

Penyesuaian harga BBM jenis RON 92 tersebut wajar dilakukan dan itu perlu dilakukan Pertamina saat ini, terlebih Pertamax termasuk BBM yang tidak disubsidi oleh Pemerintah sehingga dapat mengikuti harga pasar.

Dan seperti diketahui dari empat jenis BBM nonsubsidi, memang baru tiga  jenis BBM yang harganya sudah disesuaikan, yaitu Petamax Turbo, Pertade, dan Dexlite, di mana volume penjualannya hanya 3 persen saja. 

Bicara Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM dan LPG, Dirjen Migas: Tidak Perlu Direspons Segera

Baca juga: Kisruh Minyak Goreng, Ridwan Saidi: Menterinya Jokowi Sibuk 3 Periode

Sedangkan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax, yang volumenya sekitar 14 persen, saat ini dijual Rp9.000 per liter. Harga tersebut sudah bertahan sejak lebih dari dua tahun lalu. Padahal BBM sejenis Pertamax dengan kadar oktan (RON) 92 dari perusahaan lain dijual Rp11.900-Rp12.990 per liter. 

Konflik Iran Vs Israel, Harga BBM Subsidi Naik?

Pengamat Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, mengatakan disrupsi global akibat pandemi COVID-19 dan invasi Rusia ke Ukraina akan mempersulit posisi neraca energi Indonesia pada 2022. 

Menurut dia, sistem stok energi Indonesia dapat terganggu, disebabkan eskalasi yang terjadi belakang ini, kesenjangan antara harga internasional dan domestik.  

“Alangkah baiknya, harga domestik mendekati harga internasional, minimal 80-90 persen dari harga internasional. Ini untuk menjaga keseimbangan agar pasar domestik tetap terjaga dan menghidari kelangkaan supply karena BBM bisa diselundupkan ke luar negeri,” ujar Yayan dalam keterangannya, Jumat 18 Maret 2022.

Walaupun harga BBM nonsubsidi lebih mahal, lanjut Yayan, pasokan dapat dijaga daripada harga murah tetapi konsumen berbondong-bondong antre. Harga keekonomian ini berfungsi untuk mencari alternatif energi baru dan terbarukan serta mengedukasi masyarakat agar masyarakat menghemat energi minyak yang memang sudah tidak murah lagi. 

“Ini untuk mengurangi beban subsidi migas dari APBN seperti listrik dan gas LPG 3 kg dan yang pasti ke komoditas turunan yang menggunakan migas seperti petrokimia pada industri pupuk dan lainnya, kendati ini secara aggregate,” ujarnya.

Pertamax kemasan

Photo :
  • Eri Naldi/ VIVAnews

Sedangkan, Kepala Ekonomi PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David E Sumual,  mengatakan untuk menyesuaikan harga Pertamax, bisa membandingkan dengan pesaing Pertamina. Misalnya produk BBM RON 92, pesaing Pertamina sudah mirip dengan harga market.  

“Pertamax dan Pertalite kan tidak dalam posisi harga minyak sekarang,” ujarnya. 

Menurut David perbedaan harga Pertamax-Pertalite dengan harga market sekitar US$20-40 per barel, bergantung pada pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS, yakni saat ini antara Rp14.200-Rp14.400 per dolar AS. 

“Harga Pertamax-Pertalite memang wajar untuk dinaikkan, apalagi produk sejenis dari perusahaan lain sudah dinaikkan,” katanya. 

Menurut David, volume Pertalite saat ini sudah paling tinggi. Dengan mobilitas masyarakat yang semakin baik, konsumsi Pertalite juga akan terus meningkat. 

Dengan volume yang semakin naik, beban yang harus ditanggung Pertamina juga akan semakin besar. Apalagi tanpa ada kenaikan harga Pertamax yang tidak disubsidi karena dikonsumsi masyarakat mampu. 

David mengasumsikan baseline skenario harga minyak sekitar US$130-an per barel paling tinggi dan bertahan di level tersebut hingga akhir tahun. Sementara kurs rupiah terhadap dollar AS sekitar Rp14.600-an. 

Beban tambahan yang ditanggung Pertamina bisa mencapai Rp200-an triliun paling sedikit dalam setahun. Kondisi ini akan bergerak terus seiring pergerakan kurs dan harga minyak global. 

“Pertamina memang butuh suntikan likuiditas dan mereka sudah kelihatan beberapa kesempatan menyampaikannya,” kata David.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya