IMF Revisi Pertumbuhan Ekonomi Global, Menkeu: Risiko Makin Besar

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

VIVA – Perang yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina membuat ekonomi global menghadapi tekanan baru. International Monetary Fund (IMF) pun telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 imbas dari ketegangan geopolitik tersebut.

Finance Minister Held Meeting to Discuss Impact of Iran-Israel Conflict

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memaparkan revisi yang dilakukan IMF terhadap pertumbuhan ekonomi global 2022 adalah dari sebelumnya sebesar 4,4 persen menjadi 3,6 persen.

“Perang di Ukraina dan tensi geopolitik yang makin meningkat ini menimbulkan suatu tekanan risiko yang makin besar terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ini terlihat cukup tajam kalau kita lihat proyeksi pertumbuhan ekonomi yang disampaikan IMF pada hari ini,” kata Ani sapaan akrabnya dalam pemaparan APBN KITA, Rabu, 20 April 2022.

Iran-Israel Memanas, Sri Mulyani Kumpulkan Pejabat Kemenkeu Bahas Antisipasi Situasi Ekonomi

Pemulihan Ekonomi Global Hadapi Tekanan Berat

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Photo :
  • VIVA/Anisa Aulia
ADB Proyeksikan Ekonomi Kawasan Asia-Pasifik Tumbuh 4,9 persen pada 2024

Ani mengatakan, revisi IMF itu menggambarkan bahwa momentum pemulihan ekonomi global saat ini sedang mengalami tekanan yang sangat berat. Di mana itu dipicu oleh eskalasi perang Rusia dan Ukraina yang menimbulkan spillover dari sisi harga komoditas.

“Kemudian kenaikan komoditas ini menimbulkan tekanan inflasi yang oleh IMF juga dilakukan revisi ke atas. Proyeksi inflasi di negara maju naik dari 3,9 persen ke 5,7 persen. Dan negara-negara berkembang inflasinya juga melonjak dari 5,9 persen ke 8,7 persen,” jelasnya.

Harga Komoditas Meningkat Tajam

Minyak kelapa sawit (CPO) campuran Biodiesel.

Photo :
  • R Jihad Akbar/VIVAnews.

Menurutnya, bila dulu naiknya harga komoditas akibat dari supply disruption akibat dari pemulihan ekonomi yang tidak merata, sedangkan kondisi saat ini ditambah dengan adanya konflik geopolitik dua negara tersebut. Konflik itu mendorong harga komoditas meningkat sangat tajam.

Untuk komoditas yang harga meningkat tajam, yaitu yang sifatnya berhubungan dengan sumber daya mineral dan energi. Kemudian dari sisi makanan juga meningkat seperti crude palm oil (CPO), gandum, dan jagung.

“Kenaikan ekstrem dan cepat ini yang menimbulkan suatu syok hampir semua negara menteri-menteri keuangan mereka dihadapkan dengan kondisi tekanan kenaikan harga energi dan harga-harga pangan. Kemudian menyebabkan APBN harus merespons terutama apabila mereka membuat subsidi, subsidinya melonjak sangat tinggi,” terangnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya