CPO Ternyata Boleh Diekspor, Petani Sawit: Kami Terlanjur Hancur Lebur

Petani kelapa sawit memanen tandan buah segar kelapa sawit di tengah banjir luapan Sungai Kampar, Riau. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hadly V

VIVA – Keputusan Presiden Joko Widodo yang melarang ekpsor minyak goreng sawit atau MGS dinilai menandakan situasi di Indonesia sudah genting. Apalagi keputusan itu dibuat dalam rapat koordinasi terbatas dua menko dan digelar akhir pekan.

Bahlil Yakin Jokowi Mau Bertemu dengan Megawati: Tidak Perlu Grasah Grusuh

Menanggapi hal tersebut Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung mengatakan, sebenarnya Petani sangat memahami maksud Presiden Jokowi tersebut, yaitu untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Namun kebijakan itu harusnya cepat diantisipasi para menteri terkait, melalui otoritas masing-masing kementerian.

"Kejadian seperti saat tidak perlu terjadi, jika Kementerian terkait langsung mengantisipasi, sebab sawit itu tidak sama dengan kasus batu bara atau nikel. Harga TBS (tandan buah segar) itu harian, kami petani sawit terlanjur hancur-lebur," ujar Gulat dikutip dari keterangannya, Selasa, 26 April 2022. 

Luhut Sebut Apple Bakal Investasi Besar: Tim Cook Baru Sadar RI Potensial

"Lihat saja semua PKS (pabrik kelapa sawit) sesuka hatinya menentukan harga beli TBS Petani tanpa dasar, hanya kira-kira dan agak-agak saja," ungkapnya.

"Semuanya terasa sia-sia karena rakortas tersebut seperti berlalu begitu saja. Sia-sia karena tindaklanjutnya hanya surat selevel Dirjen, itupun Plt (Pelaksana Tugas Dirjen)," tambahnya.

Bahlil Bocorkan Isi Pembicaraan Jokowi dan Tony Blair: Energi Baru hingga IKN

Dia menjabarkan, surat edaran Plt Dirjenbun itu menegaskan bahwa yang dilarang eksport itu hanya RBD Palm Olein (bahan baku minyak goreng sawit) dan minyak goreng sawit (MGS), untuk CPO (crude palm oil) tidak ada larangan atau pembatasan ekspor. Namun, bagi petani aturan itu tidak akan berpengaruh besar menetralkan kembali harga TBS petani. 

"Lho kenapa? Karena roh permasalahannya bukan dilarang ekspor CPO nya. Kalau pun dilarang ekspor CPO memang berpengaruh kepada serapan TBS Petani? Jawabnya tidak, karena persentase ekspor CPO kecil," ungkapnya.

Hal itu tercermin pada 2021 dari total ekspor berbahan baku sawit yaitu oleokimia, biodisel, refined PKO, crude PKO, persentasi refined palm oil dan CPO) hanya 7,14  persen. Jadi dasarnya 'pengamat' selama ini salah, gak ada pengaruh apa-apa nya itu larangan ekspor CPO terhadap harga TBS Petani.

"Nggak usah dilarang pun orang tak tertarik untuk ekspor CPO dengan beban Levy US$575 per ton" tegas Gulat.

Dia pun mengungkapkan, kini isu yang dibangun bahwa larangan ekspor CPO identik dengan pengurangan kebutuhan TBS dalam jumlah yang besar. Hal tersebut ditegaskannya adalah informasi yang sesat.

Buruh memuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di areal perkebunan sawit

Photo :
  • ANTARA FOTO/Jojon

"Tapi sangat disayangkan sekali tidak satu pun kementerian terkait yang meluruskan pascapidato Presiden Jokowi. Inilah roh permasalahannya. Sehingga terjadilah seperti saat ini harga TBS kami jatuh ambruk sampai 60 persen, dipermainkan," kata dia.

Jadi hancurnya harga TBS petani dengan alasan CPO dilarang ekspor hanya 'modus' semata untuk menghancurkan kami Petani sawit. Kita bicara fakta, jangan membodoh-bodohi petani sawit, kami sudah generasi kedua, kami bisa berhitung, tegas Gulat.

"Sekali lagi, kami tetap menuntut penjelasan dari tindaklanjut kebijakan Presiden Jokowi dari Kemenko Ekonomi didampingi kementerian terkait," ujar Gulat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya