Larang Ekspor CPO Hantam Kesejahteraan Petani Sawit, Ini Alasannya

Petani kelapa sawit memanen tandan buah kelapa sawit saat banjir di Kabupaten Kampar, Riau (Fotoi ilustrasi).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hadly V

VIVA – Anggota DPR RI Abdul Wahid menyayangkan, buntut dari larangan kebijakan ekspor Crude Palm Oil (CPO), 28 April 2022 yang lalu, harga TBS kelapa sawit turun drastis. Hal tersebut pun menghantam kesejahteraan petani.

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya

Apalagi, dampak dari kebijakan itu diperaparah dengan beberapa perusahaan yang tidak menerima TBS dari kebun masyarakat. Mereka hanya mengelola dan menggunakan sawit dari hasil kebun sendiri. Dia pun mengaku juga banyak mendapat keluhan dari para petani dan pengurus Koperasi Unit Desa (KUD).

"Benar, kondisinya semakin mengkhawatirkan, di riau saya mendapat pengaduan, banyak koperasi dan pengepul berhenti mengambil TBS petani, dikarenakan pabrik tidak membeli" ungkap Wahid di Jakarta, Minggu, 15 Mei 2022.

Pakaian Dalam Asal Bantul Siap Bersaing di Amerika dan Inggris

"Ini jelas akibat dari pelarangan ekspor CPO, perusahaan tentu mengurangi produksi, bagi yang punya kebun sendiri tentu kelola yang ada, dan tidak membeli TBS masyarakat" lanjut Wahid.

Wahid mengatakan, hal ini seperti anomali. Di satu sisi Pemerintah mengeluarkan larangan kebijakan untuk menjaga pasokan bahan baku minyak goreng. Sehingga harganya di masyarakat bisa stabil.

Peremajaan Sawit Jauh dari Target, Airlangga: Hanya 50 Ribu Hektare per Tahun

"Di sisi lain petani harus terkena imbas, seharusnya kebijakan harus memberikan solusi," tegas politis PKB ini.

Kelapa sawit

Photo :
  • vstory

Karena itu dia meminta Pemerintah mencabut kebijakan larangan ekspor yang berdampak terhadap nasib jutaan petani sawit. Solusi lainnya adalah maksimalkan pengawasan terhadap mekanisme Domistik Market Obligation (DMO) atau Domestik Price Obligation (DPO). 

"Harus cabut larangan ekspor, Pemerintah cukup maksimalkan pengawasan pelaksanaan kebijakan mekanisme DM atau DPO, perusahaan harus penuhi bahan baku dalam negri dengan harga khusus" pinta wakil ketua Baleg DPR RI ini.

Selain itu, pengawasan terhadap pasokan dan peredaran minyak goreng harus ketat serta perilaku korupsi harus ditindak tegas.

"Harusnya awasi secara ketat pasokan dan peredaran minyak goreng, pejabat yang bermain mata dengan pengusaha nakal harus ditindak tegas, jangan pula kebijakan yang dibuat malah menyengsarakan petani" tutup Wahid.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya