Harga Daging Sapi di Malang Turun Bukan karena PMK, Ini Sebabnya

Peternak sapi di Malang.
Sumber :
  • Lucky Aditya/VIVA.

VIVA – Harga jual daging sapi di Kota Malang tidak terpengaruh dengan penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak. Di daerah ini sendiri telah ditemukan 3 kasus positif PMK dengan seekor sapi meninggal akibat wabah ini. 

Kabar Gembira Ini untuk Penggemar BTS dan Kopi

Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang, Sailendra mengatakan, harga daging sapi di sejumlah pasar dilaporkan masih stabil dikisaran harga Rp120 ribu per kilogram. 

Memang ada laporan penurunan harga, tetapi bukan disebabkan wabah PMK. Melainkan karena permintaan daging sapi yang turun setelah lLebaran Idul Fitri beberapa waktu lalu. 

Mendag Zulhas Tegas Tolak Impor Bawang Merah di Tengah Lonjakan Harga

"Terkait wabah PMK, tidak berpengaruh pada harga daging sapi di Kota Malang. Setelah Lebaran, harga daging sapi cenderung turun, sekarang rata-rata dijual Rp120 ribuan per kilogram," kata Sailendra, Rabu, 18 Mei 2022. 

Salah satu pedagang daging sapi di Pasar Besar Kota Malang, Sutaji (63) membenarkan penjualan daging sapi masih normal meski ada penyebaran wabah PMK. Dia juga membenarkan setelah Lebaran ada penurunan penjualan. Dari semula 50 kilogram daging sapi per hari kini menjadi 20 kilogram daging sapi saja. 

Neta Pamer Mobil SUV Baru Rp200 Jutaan

"Tidak berdampak (wabah PMK). Tidak ada yang takut. Mungkin yang terdampak buat orang yang lagi nyari sapi. Harga memang turun tapi karena habis Lebaran ketupat. Kalau sekarang minimal 20 kilogram per hari. Saat Lebaran harganya naik sekitar Rp140 ribu per kilogram," ujar Sutaji.

Petugas mengecek Sapi Ternak soal Wabah PMK.

Photo :
  • VIVA/Diki Hidayat

Sementara itu, Untuk mencegah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menular peternak di Sanan, Kota Malang rutin menjaga kebersihan dan menyuntik vitamin pada hewan ternak. Tidak hanya itu makanan hewan ternak atau sapi di daerah ini juga diberi makanan bernutrisi yakni ampas kedele sisa pengolahan tempe. 

Salah satu peternak di sentra kripik tempe Sanan yakni, Suko Dwi Hasan Suwito (34 tahun) mengungkapkan sejauh ini tidak ada hewan ternak yang terserang wabah PMK. Total populasi sapi di daerah ini berjumlah sekira 500 ekor sapi dengan jenis peranakan limosin dan peranakan simental. 

"Allhamdulilah tidak ada yang terkena sehat semua, luka tidak ada. Kami disini perawatan  higienis kami rutin suntik vitamin 3 bulan sekali terdiri dari vitamin cacing, B Komplek, dengan biasaya Rp90 ribu sampai Rp70 ribu," kata Dwi. 

Dwi mengatakan, peternak sapi di daerah Sanan tidak begitu khawatir selain belum ditemukan kasus ini di Sanan. Perawatan juga dilakukan dengan baik. 

Sapi disini memiliki bobot yang cukup besar, sebab selain diberi makan rumput sapi juga diberi makan ampas kedelai. Ampas kedelai disini mudah didapat sebab semua peternak merupakan pengerajin tempe. 

"Kita beri makan itu sehari dua kali pagi dan sore. Rumput dan satu ember ampas kedelai,  di sini kedelai melimpah karena kita semua pengerajin tempe. Sehingga sapi disini memang ukurannya besar-besar sampai 1 ton," ujar Dwi. 

Di sentra kripik Sanan, sapi yang dipelihara oleh peternak untuk sapi pedaging. Semuanya sapi jantan. Biasanya mereka menjual sapi kepara pemboleng atau jagal sapi. 

Nantinya oleh para jagal sapi, daging sapi didistribusikan ke sejumlah pasar tradisional di Kota Malang. Dwi juga mengungkapkan tidak ada penurunan harga meski wabah PMK menyerang. Bahkan harga daging sapi cenderung naik. 

"Di sini sapi pemasok daging, sapi peternak jadi daging disuplai ke pasar induk atau rumah potong hewan. Harga juga tidak ada penurunan, kami untuk sapi peranakan limosin dijual Rp25 juta sampai Rp30 juta ke atas. Untuk simental untuk ukuran sedang dijual dengan harga Rp17 sampai Rp19 juta," tutur Dwi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya