Sri Mulyani: Generasi Muda Susah Beli Rumah, Keenakan di Tempat Mertua
- Anisa Aulia/VIVA.
VIVA Bisnis – Ketersediaan hunian atau tempat tinggal masih menjadi suatu masalah di Indonesia. Sebab banyak masyarakat ingin memiliki tempat tinggal, tetapi mereka tidak mampu untuk mendapatkan rumah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini sebanyak 12,75 juta masyarakat mengantre karena membutuhkan tempat tinggal. Apalagi ditambah bonus demografi atau masyarakat yang masih relatif muda.
“Artinya generasi muda ini akan berumah tangga maka kemudian mereka membutuhkan rumah. Tapi mereka berumah tangga mereka tidak mampu untuk mendapatkan rumah,” ujar Sri Mulyani dalam Securitization Summit 2022, Rabu, 6 Juli 2022.
“Purchasing power (daya beli) dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya enak tinggal di rumah mertua,” tambahnya.
Ani begitu sapaan akrabnya menuturkan, hal itu tidak menjadi masalah jika mertua memiliki rumah. “Kalau mertuanya nggak punya rumah itu jadi masalah lebih lagi. Jadi menggulung per generasi,” jelasnya.
Adapun penyebab persoalan itu jelasnya karena harga untuk membangun rumah terutama harga tanah di perkotaan selalu mengalami kenaikan.
Lebih lanjut Ani menjelaskan, pada sektor perumahan juga telah memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan untuk Produk Domestik Bruto (PDB) kontribusinya di atas 13 persen.
“Namun ini belum klop, sehingga kita punya gap antara demand. Oleh karena itu Pemerintah menyediakan berbagai skema kredit rumah rakyat yang bersubsidi. Karena tadi ada gap keterjangkauan maka dibutuhkan subsidi,” jelasnya.
Sementara itu, Pemerintah di 2022 untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), untuk memiliki rumah. Menargetkan subsidi rumah sejumlah 200 ribu unit rumah, dengan alokasi subsidi sebesar Rp19,1 triliun.
Hal itu dilakukan juga sebagai bagian dari pembangunan Indonesia yang semakin berkeadilan. Dalam hal ini alokasi subsidi perumahan tersebut bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Alokasi subsidinya saja mencapai Rp19,1 triliun, ini angka yang tidak kecil hampir mungkin mirip dengan subsidi pupuk untuk petani. Jadi APBN sering bekerja keras, jadi kalau saya sering menggunakan itu, itu bukan basa-basi,” jelasnya.