IMF: Dunia Hadapi Kombinasi Guncangan yang Mendorong ke Resesi

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva.
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim

VIVA Bisnis – Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan saat ini dunia sedang dihadapkan oleh kombinasi guncangan yang belum pernah dialami sebelumnya. Saat ini dunia serentak menghadapi dinamika global yang sama.

Rupiah Mulai Menguat ke Level Rp 16.172 per Dolar AS

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, kombinasi guncangan itu pertama diperoleh dari pandemi COVID-19. Wabah itu telah membuat ekonomi dunia terhenti seketika dan mendorong kita ke dalam resesi

"Dan seperti yang kami dengar dari Sekretaris (Janet Yellen), itu telah memicu respons kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Kristalina di Bali International Convention Center dikutip, Sabtu, 16 Juli 2022.

Lebih Rendah dari Vietnam dan Filipina, Ekonomi Indonesia Diramal IMF Tumbuh Cuma 5 Persen

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva.

Photo :
  • VIVA/Anisa Aulia

Dampak Pandemi Diperparah dengan Perang Rusia-Ukraina

RI Jadi Negara Kedua di Dunia yang Jauh dari Jurang Resesi Ekonomi 2024, Jerman Paling Dekat

Setelah terjadi pandemi COVID-19, itu diperparah dengan perang yang terjadi di Ukraina. Karena melalui hal itu, telah menciptakan kelemahan dan kejutan.

"Bahkan sebelum yang pertama berakhir dan percepatan inflasi yang telah dimulai sebelumnya. Hingga mendorong bank sentral mengambil langkah-langkah yang lebih cepat untuk mengendalikan inflasi," jelasnya.

Suku Bunga Bank Sentral di Sejumlah Negara Naik

Sebelumnya beberapa bank sentral di berbagai negara telah menaikkan suku bunga acuannya, diantaranya Bank Sentral Kanada menaikkan suku bunga menjadi 2,5 persen dari 1,5 persen. Kemudian the Fed dan beberapa bank sentral lainnya juga telah menaikkan suku bunga acuan.

"Bertaruh sendiri berpotensi menjadi kejutan ketiga di atas dua yang pertama. Khususnya, untuk pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang yang memiliki tingkat utang yang tinggi dalam mata uang dolar tertentu," ujarnya.

Kristalina mengatakan, itu karena negara berkembang terkena pengetatan kondisi keuangan melalui kenaikan suku bunga.

"Tetapi mereka juga terkena depresiasi dolar yang sangat cepat mempengaruhi perekonomian dunia. Jadi dimana kita berada jika melihat kembali ke tahun 2020, itu adalah lingkungan kebijakan yang sangat berbeda," katanya.

Pada 2020, menurutnya, respons kebijakan yang tepat adalah dengan sinkronisasi akomodasi kebijakan moneter dan akomodasi kebijakan fiskal.

"Dengan kata lain dua kebijakan utama itu mendorong ke arah yang sama. Hari ini adalah waktu yang jauh lebih sulit bagi para pembuat kebijakan," terangnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya