Menakar Dinamika Ekonomi AS Hantam Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Bisnis – Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, telah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin dalam dua bulan berturut-turut. Hal itu disebut-sebut sebagai upaya pengetatan paling agresif dalam 40 tahun terakhir, guna menekan lonjakan inflasi yang makin meninggi.

Bank Indonesia Naikkan BI Rate Jadi 6,25 Persen Demi Stabilkan Rupiah

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini mengingatkan, dampak dari kenaikan Fed Fund Rate itu sangat besar bagi sektor keuangan Amerika Serikat. Serta implikasinya bagi perekonomian Indonesia.

"Ekonomi Indonesia saat ini sudah terbuka dan tidak ada hambatan, karena ini kan ekonomi yang liberal. Jadi pengaruh ekonomi Amerika Serikat itu akan sangat besar," kata Didik saat dihubungi VIVA, Senin, 1 Agustus 2022.

8 Negara dengan Penurunan Tercepat di Asia

Ilustrasi: Pemulihan Ekonomi. Foto: Shutterstock

Photo :
  • vstory

Dia mengatakan, hal tersebut bisa mengakibatkan terjadinya kemungkinan modal-modal keluar dari Indonesia (capital outflow). "Nanti modal yang keluar bisa terjadi, dan itu akan punya implikasi besar terhadap ekonomi Indonesia," ujarnya.

Ekonom Proyeksikan BI Bakal Kembali Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen

Karenanya, Didik meminta agar Pemerintah tidak mengabaikan adanya kemungkinan-kemungkinan tersebut. Serta menyiapkan langkah-langkah konkret untuk membendung dampak buruk dari dinamika ekonomi AS itu.

Saat ditanya hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh pemerintah guna memitigasi kemungkinan buruk tersebut, Didik pun menjelaskannya. Yang pertama yakni pada sektor keuangan, di mana Bank Indonesia (BI) harus memantau dengan seksama, dan segera merespons apabila faktor-faktor tersebut makin berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

"Kedua, pada sektor-sektor riil. Itu implikasinya kan terhadap inflasi dan nilai tukar. Kalau nilai tukarnya turun maka inflasinya naik," kata Didik.

Karena itu, Didik menekankan bahwa kebutuhan-kebutuhan di dalam negeri dan sektor riil-nya harus sangat diperhatikan oleh BI. Sehingga, BI bisa segera memberikan respons apabila ekonomi nasional makin terdampak, baik dari sisi moneter maupun dari sektor riil.

Mata uang Dolar AS

Photo :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Mengenai apakah dengan inflasi itu Pemerintah masih harus bertahan adu kuat untuk memberikan subsidi kepada masyarakat, Didik mengaku tidak yakin. Sebab, apabila pemerintah memaksakan untuk terus memberikan subsidi sementara inflasi makin tinggi, maka hal itu akan berdampak pada APBN.

"Kalau (pemberian) subsidinya kuat-kuatan, maka APBN-nya hancur. Karena inflasi ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tapi di semua negara lainnya. Jadi kalau Pemerintah mau terus subsidi, ya APBN-nya hancur-hancuran," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya