BPS Catat Ekonomi Indonesia Kuartal II-2022 Tumbuh 5,44 Persen

Kepala BPS Margo Yuwono.
Sumber :
  • Anisa Aulia/VIVA.

VIVA Bisnis – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia pada kuartal II-2022 tumbuh sebesar 5,44 persen secara year on year (yoy). Sementara itu, dibandingkan kuartal I-2022 tumbuh sebesar 3,72 persen.

5 Negara yang Paling Jarang Utang di Dunia, Nomor 1 Tetangga Indonesia

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) di kuartal II-2022 atas dasar harga berlaku sebesar Rp4.919,9 triliun. Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar Rp2.923,7 triliun.

"Dengan demikian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 bila dibandingkan dengan kuartal I-2022 atau secara qtq tumbuh 3,72 persen. Bila di kuartal II 2021 atau secara yoy tumbuh sebesar 5,44 persen," ujar Margo dalam telekonferensi Jumat 5 Agustus 2022.

Lebih Rendah dari Vietnam dan Filipina, Ekonomi Indonesia Diramal IMF Tumbuh Cuma 5 Persen

Baca juga: IHSG Menguat Disokong Data PDB dan Cadev, Ini Rekomendasi Sahamnya

Margo melanjutkan, bila dibandingkan secara kumulatif dengan semester I-2021 tumbuh sebesar 5,23 persen.

ADB Proyeksikan Ekonomi Kawasan Asia-Pasifik Tumbuh 4,9 persen pada 2024

"Kalau dilihat pertumbuhan ini sejalan dengan pola pertumbuhan triwulanannya. Jadi kalau di lihat di grafiknya itu kuartal II selalu tumbuh positif dan lebih tinggi dibanding kuartal I," jelasnya.

Menurutnya pertumbuhan perekonomian yang terjadi saat ini selalu konsisten polanya. "Kalau kita lihat polanya mulai dari q3, q4, terus mengalami pertumbuhan hingga saat ini," paparnya.

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Lebih lanjut Margo menjelaskan, pada Pemerintahan dan jasa pendidikan di kuartal II-2022 ini mengalami kontraksi. Penyebab hal itu adalah administrasi pemerintahan yang terkontraksi sebesar 1,73 persen.

"Ini disebabkan oleh realisasi belanja pegawai serta belanja barang dan jasa pada kuartal II ini terkontraksi sebesar 2,39 persen," ujarnya.

Selain itu, jasa pendidikan juga mengalami kontraksi sebesar 1,15 persen. Dalam hal ini disebabkan karena menurunnya belanja tunjangan tenaga pendidikan dan tenaga penyuluh non PNS atau pegawai pemerintah, dengan perjanjian kerja. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya