Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi RI Sama-sama Tinggi, Ini Dampaknya
- ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
VIVA Bisnis – Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2022 mencapai 5,44 persen. Namun, kondisi itu ternyata masih membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah karena inflasi juga mulai tercatat tinggi.
Demikian diungkapkan, Direktur Eksekutif Institute for Develompent of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Dia menjelaskan, situasi inflasi juga terpantau tinggi yakni sudah berada di angka 4,9 persen di bulan Juli 2022 dan 4,35 persen (yoy) di bulan Juni 2022.
"Kita tidak lagi bisa berharap bahwa inflasi inti akan tetap rendah, karena di Juni itu 2,3 persen (inflasi inti)," kata Ahmad dalam telekonferensi, Minggu 7 Agustus 2022.
Artinya, lanjut Ahmad, pertumbuhan tinggi dan inflasi tinggi. “Ini menjadi satu bahaya yang cukup signifikan mengingat inflasi barang-barang yang bergejolak sudah di angka 10,07 persen," ujarnya.
Rakyat Miskin Paling Terdampak
Ahmad merinci, inflasi ini disebabkan kenaikan di harga bawang, cabe merah, cabe keriting, telur, dan daging ayam. Dia menegaskan, sampai akhir tahun urusan ini akan menjadi problem yang cukup serius, karena juga disebabkan oleh faktor cuaca atau iklim.
Apalagi, lanjut Ahmad, masyarakat tidak melihat kemampuan pemerintah mengatasi persoalan perubahan iklim tersebut. Karena, selama bertahun-tahun tidak ada terobosan massal untuk menghadapi, agar bagaimana harga bawang, cabe merah, cabe keriting, telur, dan daging ayam itu bisa lebih stabil lagi.
"Baru kemarin hanya persoalan minyak goreng yang (harganya) sudah jauh lebih rendah," kata Ahmad.
Ahmad memperingatkan, konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang sama-sama makin tinggi ini akan menimbulkan ketidakpastian. Terutama berdampak bagi penduduk miskin.
"Di mana, dalam hal ini mereka (penduduk miskin) yakni penduduk yang bekerja di sektor perdagangan, pertanian, dan industri, yang saya kira pertumbuhannya dalam kuartal II-2022 di bawah rata-rata pertumbuhan nasional," ujarnya.