Inflasi Pangan Harus Diatasi Bersama, BI: Ini Soal 'Perut Rakyat'

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat konferensi pers hasil pertemuan 3rd FMCBG G20.
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim

VIVA Bisnis – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, sinergi antara pemerintah, BI, pemerintah daerah, serta berbagai lembaga lainnya dalam pemulihan ekonomi nasional, sudah berjalan sangat baik. Sehingga, ekonomi nasional bisa tumbuh sangat tinggi hingga mencapai 5,44 persen.

ADB Proyeksikan Ekonomi Kawasan Asia-Pasifik Tumbuh 4,9 persen pada 2024

Meski demikian, Perry menegaskan bahwa saat ini ekonomi nasional masih belum pulih, usai dihantam badai pandemi COVID-19 sejak dua tahun terakhir.

"Tapi ini belum pulih, karena rakyat baru mulai bisa makan enak setelah Ramadhan kemarin. Sebelumnya kita tidak bisa makan enak karena COVID-19," kata Perry dalam telekonferensi, Rabu 10 Agustus 2022.

Sebut Pemilu Hampir Selesai, Tito Karnavian Serukan "Kita Move On"

Baca juga: Tarif Ojol Naik, Gojek Janjikan Hal Ini ke Driver dan Pelanggan

Dia mengibaratkan bahwa perekonomian nasional saat ini seperti seseorang yang baru sembuh dari penyakit, dan masih senang-senangnya makan. "Itu dia kenapa tingkat konsumsinya cukup tinggi, tapi belum benar-benar pulih," ujarnya.

BPS Sumsel Rilis Nilai Tukar Petani, Naik 2,97 Persen pada Maret

Perry mengaku setidaknya Indonesia harus bersyukur, karena negara-negara lain ekonominya belum tumbuh seperti Indonesia. Bahkan, pertumbuhan ekonomi China tahun ini hanya tumbuh sekitar 3,3 persen, sementara negara-negara lain bahkan lebih rendah.

Namun, Perry mengingatkan bahwa saat ini masalah yang paling penting harus dihadapi adalah masalah inflasi harga bahan pokok. Meskipun inflasi yang terjadi di Indonesia masih lebih rendah dari negara lain, tapi menurutnya kita harus fokus pada inflasi di sektor pangan ini.

Gubernur BI Perry Warjiyo.

Photo :
  • Anisa Aulia/VIVA.

"Inflasi yang paling tinggi adalah dari sektor pangan, yang mencapai 10,47 persen. Karena mestinya inflasi pangan itu tidak boleh lebih dari 5 persen atau paling tinggi 6 persen," kata Perry.

Di sisi lain, lanjut Perry, yang juga harus diingat adalah bahwa ini adalah inflasi pangan, yang merupakan masalah perut rakyat dan berpengaruh langsung ke aspek kesejahteraan. Sehingga, ini bukan hanya masalah ekonomi saja, tapi juga masalah sosial yang bisa memicu masalah politik.

"Jadi kita harus berupaya jangan sampai daya beli masyarakat turun, karena inflasinya 10,47 persen. Jadi menurunkan inflasi 10,47 persen hingga menjadi 6 atau 5 persen itu memberikan dampak sosial yang sangat besar untuk menyejahterakan rakyat," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya