Tiket Pesawat Mahal, Wagub Bali Minta Subsidi Silang dari Pusat

Penumpang dengan penerbangan internasional di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.
Sumber :
  • Angkasa Pura I

VIVA Bisnis – Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan daerahnya memerlukan subsidi silang tiket pesawat dari pemerintah pusat. Dengan itu, harga tiket pesawat dari luar negeri ke Pulau Dewata disebut bisa lebih wajar.

Paket Promo ke Destinasi Wisata Dunia Bisa Dapat Diskon Rp 12 Juta, Simak!

"Sekarang harga tiket pesawat dari Australia ke Bali lebih mahal dibandingkan dari Australia ke Thailand," kata Wagub yang biasa disapa Cok Ace itu di Denpasar dikutip dari Antara, Jumat, 12 Agustus 2022.

Menurut dia, mahalnya harga tiket pesawat ke Bali turut menjadi tantangan untuk pemulihan pariwisata Bali.

Dorong Ekosistem Ekonomi Keuangan Digital, BI Bali Gelar Baligivation Festival 2024

"Itu (harga tiket pesawat) kebijakannya di pusat. Oleh karena itu, kami mohon pada pusat. Kenapa kalau penerbangan ke daerah lain bisa disubsidi silang oleh negaranya, kenapa Indonesia tidak?," ucap pria yang juga Ketua PHRI Bali itu.

Ilustrasi Industri Penerbangan

Photo :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
Pemprov Bali Bantah Komersialisasi Ritual Melukat Bagi Delegasi WWF

Terkait persoalan mahalnya harga tiket pesawat ke Bali, Cok Ace mengatakan pemerintah provinsi setempat sudah berusaha untuk memberikan masukan ke pemerintah pusat supaya harga tiket pesawat ke Bali bisa lebih wajar.

"Tiket yang mahal ini bagi wisatawan, kami bekerja keras untuk memperbaiki destinasi dan memberikan pelayanan yang terbaik, namun kembali lagi pada permodalan pengusaha," ujarnya.

Oleh karena dampak pandemi COVID-19, pengusaha pariwisata Bali saat ini dihadapkan pada persoalan biaya operasional, SDM, hingga kewajiban untuk membayar hutang.

Ia mengemukakan, meskipun hotel-hotel sudah beroperasi, tetapi sejatinya kamar yang siap ‘dijual’ itu kisaran 40-60 persen dari total kamar yang dimiliki karena kerusakan sarana prasarananya akibat vakum selama dua tahun.

Selain itu, pelaku pariwisata di Bali tidak mudah juga untuk mendidik tenaga kerja profesional, karena tidak sedikit SDM pariwisata Bali yang profesional beralih bekerja di kapal pesiar.

"Jika soft loan (pinjaman lunak) dikasi, andaikata utang (relaksasi restrukturisasi kredit-red) ditunda hingga 2025, apakah selesai persoalannya? Tentu belum," kata Penglingsir (tokoh) Puri Ubud itu. 

Kunjungan Wisatawan ke Bali Berkurang

Ia pun memprediksi kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali hingga akhir 2022 masih di bawah 2 juta orang. Jumlah tersebut terpaut jauh dengan kunjungan wisman sebelum pandemi sebanyak 6,3 juta jiwa.

Oleh karena itu, melalui forum diskusi itu Cok Ace mengharapkan ada rekomendasi yang berguna bagi semua kalangan dan rekomendasi yang bisa dilakukan pemerintah.

Dalam acara tersebut menghadirkan sejumlah narasumber yakni Gede Agus Maha Usadha (Wakil Ketua Umum KADIN Bali Bidang Pariwisata dan Investment), Putu Subada Kusuma (Wakil Ketua Bidang Legal PHRI Bali), dan I Ketut Wiratjana (Ketua DPD Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia).

Sementara itu, Agus Maha Usadha, salah satu narasumber mengatakan perlu peran pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang sudah ada, agar pertumbuhan ekonomi Bali bisa mengikuti daerah lain di Tanah Air.

"Bali yang sebelum pandemi pertumbuhan ekonominya peringkat dua tertinggi, kini berada di posisi 31," ucap Agus.

Selain itu, Bali perlu dibantu secara regulasi, untuk bisa menyeimbangkan kebijakan pembiayaan yang diberikan oleh perbankan.

Ketua Umum Kadin Bali Made Ariandi berharap relaksasi restrukturisasi kredit penyelesaiannya bisa lebih profesional dan bersahabat.

"Kami terus berupaya untuk turut menjaga ekonomi Bali lebih stabil dan melalui talkshow ini dapat dicari solusi terbaik," ujar Ariandi. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya