Sri Mulyani: AS dan Eropa Punya Potensi Tinggi Alami Resesi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sambutan pembukaan 3rd FMCBG Meeting G20.
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim/Relay

VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Amerika Serikat (AS) dan Eropa memiliki risiko yang tinggi mengalami resesi ekonomi. Hal itu karena ketidakpastian global masih akan terus berlangsung, bahkan hingga tahun depan.

Edi Purwanto Paparkan Kinerja DPRD Jambi di Hadapan Wakil Konsul AS

"Apakah dunia tahun depan akan resesi? AS, Eropa jelas potensi resesi tinggi. Karena inflasi mereka sangat tinggi, 40 tahun tertinggi saat ini. Oleh karena itu direspons kenaikan suku bunga dan likuiditas yang diketatkan," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan 100 Ekonom, Rabu, September 2022.

Ani begitu sapaan akrabnya mengatakan, sebelumnya banyak Bank Sentral AS yang menganggap inflasi merupakan hal yang temporer atau sementara. Dan dari hal itu Bank Sentral masih ragu untuk mengambil kebijakan.

5 Pemain Bintang Sepakbola Muslim Eropa yang Rajin Ibadah dan Hafal Al-Quran

Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Merdeka, Jakarta.

Photo :
  • Biro Pers, Media dan Infomasi Sekretariat Presiden

"Tadinya Bank sentral AS dan Eropa masih menunggu karena menganggap inflasi ini masih temporer, karena ada disrupsi karena pandemi. Kemudian, ada perang dan bahkan minyak dijadikan alat instrumen perang," katanya.

Penampakan 'Before-After' Jembatan di Baltimore AS yang Runtuh Ditabrak Kapal

Ani menuturkan, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir dalam waktu dekat. Alhasil, seluruh negara harus bersiap dengan situasi yang penuh dengan gejolak dan ketidakpastian.

Sebelumnya, Survei National Association for Business Economics (NABE) yang dirilis 22 Agustus 2022 menunjukkan, sekitar seperlima panelis yakin Amerika Serikat sudah dalam resesi. Sementara, 47 persen memperkirakan resesi akan dimulai pada akhir 2022 atau triwulan pertama 2023.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Photo :
  • Bea Cukai

Sekitar 73 persen panelis menunjukkan bahwa mereka 'tidak terlalu yakin' atau 'sama sekali tidak yakin' bahwa The Fed akan mampu menurunkan inflasi ke target 2,0 persennya dalam dua tahun ke depan tanpa memicu resesi. Hal itu menurut Survei Kebijakan Ekonomi NABE terbaru.

Pada Maret, rekor 77 persen dari panel memandang kebijakan moneter terlalu stimulatif. Sejak itu, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), badan pembuat kebijakan Fed, telah menyetujui empat kenaikan suku bunga berturut-turut, mengangkat suku bunga acuan sebesar 225 basis poin ke kisaran target 2,25 persen hingga 2,50 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya