Soal Sampah Plastik Sekali Pakai Dinilai Greenwashing Industri

Sorot sampah plastik
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA Bisnis – Lobi-lobi industri air minum dalam kemasan dalam menyikapi rencana BPOM, untuk merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan jadi sorotan. Mereka dinilai secara terang melakukan penggalangan opini menyesatkan, sarat konflik kepentingan.

Kinerja Industri Pengolahan RI Kuartal I-2024 Moncer, BI: Ada di Fase Ekspansi

Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) dan Anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional, Saut Marpaung menilai, lobi industri itu gencar menyampaikan kesan palsu. 

Kemudian, mengalihkan atau memberikan informasi yang menyesatkan tentang bagaimana produk market leader yang diklaim lebih ramah lingkungan di lapangan. 

Kinerja Seluruh Sektor Lapangan Usaha Kinclong Kuartal I-2024, BI Kasih Buktinya

“Fakta di lapangan, market leader ini penuh dengan problem sampah dan lingkungan. Dan fakta-fakta timbulan sampah plastik mereka, dialihkan kepada pesaing. Sikap dan opini greenwashing itu yang mereka gencarkan, terutama kini dalam merespons BPOM,” ujar Saut dikutip dari keterangannya, Minggu, 11 September 2022.

Sampah plastik siap didaur ulang

Photo :
  • Istimewa
Peringati Hari Bumi Sedunia, IMIP Tanam 1.000 Pohon Pelindung

Saut menegaskan, adanya penyesatan opini yang hanya menargetkan pesaing utama sesama Industri saat ini. Seperti, galon sekali pakai sebagai berpotensi menambah persoalan sampah, itu aneh, primitif.

"Tak bisa ditutupi adanya konflik kepentingan kalau bicara persoalan sampah plastik,” tegasnya

Lebih lanjut menurutnya, penggiringan opini oleh lobi industri dapat merugikan seluruh pihak yang terlibat. Khususnya, dalam rantai daur ulang sampah plastik. 

”APSI yang ikut berpartisipasi menjaga lingkungan dengan cara daur ulang sampah plastik pasti dirugikan dengan pembelokan fakta ini. Jangan sampai karena kepentingan persaingan usaha, terus mengeluarkan pendapat yang menyesatkan masyarakat,” katanya.  

Dia pun menegaskan, dalam operasional sehari-hari, pihaknya bisa buktikan bahwa sampah kemasan kecil tak punya nilai bagi industri daur ulang. Makanya kemasan kecil inilah yang menjadi persoalan sampah sesungguhnya, berpotensi tercecer, sulit dipungut dan menambah timbulan sampah. 

"Tak sesuai dengan Permen KLHK no 75 tahun 2019, mengenai peta pengurangan sampah dan usaha phasing out kemasan di bawah 1 liter,” kata Saut.  

Saut mengungkapkan kekecewaannya pada kampanye negatif yang digalang lobi industri yang melakukan strategi greenwashing. Kampanye greenwashing ini dilakukan dengan cara menutupi borok sendiri seolah tak bersalah kepada masyarakat, dan sebaliknya membelokkan opini publik dengan melimpahkan dosanya sendiri ke pihak lain.

Ilustrasi sampah plastik.

Photo :
  • Freepik

Sementara itu, Ahmad Safrudin dari LSM Net Zero Waste Consortium mengatakan, kampanye greenwashing ini kalau dilakukan terus menerus bisa dianggap jadi kebenaran. Hal ini pun berisiko besar.

“Lobi industri bisa dengan nyaman melindungi bisnis AMDK mereka yang tidak aman dan menyebabkan timbulan sampah tak pernah selesai, bukan cuma berceceran di jalan-jalan tapi juga menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)," tegasnya.

Menurutnya jika dibiarkan, reputasi Indonesia terpuruk di mata dunia sebagai salah satu polutan sampah plastik terbesar di dunia. Karena sampah kemasan saset, gelas, sedotan dan botol plastik dibuang di darat, di sungai dan menyampah di laut. 

"Lobi industri seolah merasa tak berdosa di sini, padahal itu semua produk mereka yang dibiarkan tanpa bertanggung jawab," kata Ahmad.

“Kalau sekarang lobi industri bersikap seolah mereka jadi korban regulasi Pemerintah, lalu menyalahkan pihak lain, itu artinya penyesatan opini masyarakat (Konsumen) dengan sengaja. Dan itu jahat sekali,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya