Target EBT 23 Persen pada 2025, Pemerintah Dorong Industri Gunakan PLTS Atap

Inagurasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di PT Indo Kordsa Tbk.
Sumber :
  • Muhammad AR/VIVA.

VIVA Bisnis – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Industri mendorong agar perusahaan produksi memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dalam kebutuhan operasional. Sektor industri diharapkan meningkatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2025 ditargetkan mencapai 23 persen.

Riset: Isu Keberagaman, Kesetaraan dan Inklusivitas Masih Jadi Tantangan Perusahaan di Indonesia

Hal tersebut disampaikan Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan (AEBT) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Andriah Feby Misna, saat menghadiri inagurasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di PT Indo Kordsa Tbk bersama TotalEnergies, Citeureup, Bogor Jawa Barat, 23 November 2022.

"Ini merupakan salah satu upaya kita dalam meningkatkan bauran EBT kita punya target sangat besar 23 persen di tahun 2025. Dan kalau melihat capaiannya saat ini kan masih di bawah ya. Dari yang  kita harapkan, untuk itu kita mendorong salah satunya PLTS Atap ini di sektor industri," ujarnya.

BUMN Indonesia Re Gandeng Akademisi untuk Lahirkan Talenta Muda di Industri Asuransi

Feby menyampaikan, investasi PLTS Atap ini bisa datang dari kebutuhan rumah tangga masyarakat atau pun dari industri, dan pemerintah. Dengan adanya PLTS Atap, diharapkan bisa meningingkatkan bauran EBT yang saat ini baru mencapai 11,7 persen. Selain itu, PLTS Atap ini menjadi penting bagi industri  karena permintaan global yang harus green energy.

Ilustrasi Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Photo :
  • Istimewa
Kementerian PPPA: Korban Kekerasan Seksual Tidak Boleh Di-pingpong

"Permintaan global sekarang untuk produksi-produksi atau produk-produk yang dihasilkan itu produk-produk yang green energi yang digunakan itu harus energi yang bersih. Salah satunya solusi PLTS Atap," jelasnya.

Mengapa harus PLTS Atap, Lajut Feby menjelaskan, dari segi harga semakin kompetitif kontruksinya juga cepat. Sehingga Indonesia dapat mengejar capaian target 23 persen dengan waktu yang singkat. Dalam teknisnya, PLTS Atap bisa dipasang dengan berbagai sekala baik besar maupun kecil disesuaikan dengan ketersediaan lahan dan juga kebutuhan. 

"Nah Lahan di kota kita sulit. Maka PLTS atap ini yang menjadi solusi. Jadi atap-atap ini kita gunakan untuk bisa  produksi energi. Jadi diharapkan nantinya konsumen yang menggunakan cukup besar energinya di siang hari bisa beralih ke energi surya," jelasnya.

Dalam upaya menodorong penerapan PLTS Atap ini, lanjut Feby, mengacu Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 tentang pengembangan PLTS Atap. Di sisi lain, kondisi PLN sendiri saat ini sedang over supply atau kelebihan pasokan sehingga pemerintah mendorong pemanfaatan PLTS Atap untuk pemakaian dan kebutuhan industri itu sendiri. Saat ini beberapa perusahaan industri sudah memasang PLTS Atap dengan besaran 28 megawatt.

"Dan ini salah salah satu implementasi Permen 26. Untuk industri di Indonesia di sini paling besar ada 4,8 megawatt, ESDM terus menyosilisasikan ini dan melakukan perbaikan regulasi," jelas Feby.

Di lokasi yang sama, Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Ignatius Warsito menjelaskan, PLTS Atap ini sebegai kelanjutan dari pemerintah Indonesia dalam mencapai EBT dalam Net Zero Emission gas dalam KTT G20 di Bali.

Ilustrasi pembangunan PLTS.

Photo :
  • istimewa

"Salah satu energi terbarukan ini kita bisa implementasikan. Pemerintah ingin membangun neraca EBT sebagai bahan baku maupun sebagai pembangkit dari listrik, salah satunya di industri. Kami dan ESDM mengakselerasi atau mempercepat target yang ditetapkan bapak presiden yaitu 25 persen EBT di tahun 2030 dan zero emision tahun 2050," kata Warsito.

Warsito mengatakan, PLTS Atap ini sangat dibutuhkan menuju pada energi hijau. Dan sebagai upaya Pemerintah dan pelaku usaha maupu akademisi dalam transformasi teknologi terbarukan. Dengan harapan agar efesien produktif dan berdaya saing dalam sisi industri. Selain itu, sinergisnya dua perusahaan Total Energies dan Indokordsa akan melahirkan supply dan demand ekspor ecolabel atau ramah lingkungan.

"Kita menggunakan satu energi yang bersih. Saya yakin perusaan berkenan berinvestasi dan kita ingin menawarkan sebagai role model pada industi lain. Kami dan ESDM membuat satu road map untuk ditargetkan bersama," kata Warsito.

Di sisi lain, kata Warsito, industri mendapat nilai tambah jika komponen pembuat PLTS Atap diproduksi dalam negeri. Di mana industri PTLS ini dapat menjadi tuan rumah dengan sumber bahan baku yang sudah tersedia di Indonesia.

Sehingga menjadi solusi untuk kemandirian industri dalam negeri. Hanya saja, perlu komunitas yang memerlukan SDM yang kompeten untuk mengisi industri pendukung ini. Serta membangun mental healing termasuk sosialisasi kebijakan pemerintah yang pro industri, pro bisnis, pro rakyat sehingga akan menjadi kekuatan bangsa Indonesia.

"Berapa banyak tenaga kerja yang kita serap. Ini pun memberikan dampak positif dalam investasi. Kalau satu industri saja bisa investasi ratusan juta US dolar, seluruh industri ada 16 ribu. Ada  100 lebih kawasan industri yang bisa diterapkan ini. Dengan demikian, percepatan target EBT 23 persen pada tahun 2025 tercapai," jelas Warsito.

Sementara itu, Presiden Direktur Indo Kordsa, Omur Mentes, menyampaikan, perusahaannya menjadi produsen kain ban pertama menggunakan tenaga surya di Asia Tenggara. PLTS Atap ini sebagai upaya untuk mengimplementasikan Sustainability Roadmap Strategy melalui pengurangan emisi 3 pesen per tahun dengan penggunaan energi terbarukan. 

"Mengurangi emisi karbon berkerjasama dengen ESDM menginspirasi perusahaan lain mengikuti ini," kata Omur.

PLTS ini, lanjut Omur, sejalan dengan strategi keberlanjutan Kordsa Group yang berkomitmen untuk memerangi perubahan iklim. Sesuai dengan komitmennya terhadap Inisiatif Target Berbasis Sains untuk membantu membatasi pemanasan global hingga 1,5”C. Dan, bertujuan untuk mencapai emisi net-zero pada tahun 2050. Dan berkerja sama dengan TotalEnergies, terutama yang dikenal berpengalaman dalam menerapkan solusi energi terbarukan.

"Kami mendukung transisinya menuju energi bersih. Solar rooftop ini merupakan terbesar di antara proyek Kordsa lainnya  yang ada di enam negara dan terbesar di Kabupaten Bogor. Kami menjadi perusahaan tekstil kedua di Indonesia yang memanfaatkan solar rooftop," katanya.

Chief Executive Officer Total Energies Renewables Distributed Generation Asia, Gavin Adda menjelaskan, di lokasi ini ada lebih dari 8.800 modul terpasang di atap enam fasilitas perusahaan dengan sistem tenaga PV sebesar 4,8 megawatt-peak (MWp) dan menghasilkan sekitar 6.800 megawatt-jam (MWh) listrik terbarukan. Setiap tahunnya,  memungkinkan perusahaan mendapatkan manfaat berupa penghematan biaya yang signifikan sekaligus dapat mengurangi jejak karbon sekitar 5.400 ton emisi CO2.

"Dan lokasi ini menjadi proyek prestisiun dan terbesar yang beroperasi di Indonesia. Kami dengan senang hati mendukung dalam program sustainable energy untuk mengurangi jejak karbon dan tujuan penghematan biaya," kata Gavin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya