Ketua OJK Ungkap Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan RI Menuju 2023

Ketua DK OJK Mahendra Siregar.
Sumber :
  • istimewa

VIVA Bisnis – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar memastikan, stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia tetap terjaga. Hal itu seiring dengan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) yang konsisten tumbuh meningkat.

Legislator Soroti Daya Beli Gen Z di Jakarta, Bisa Berkontribusi Besar Kendalikan Inflasi

Dia menegaskan, capaian itu akan mampu mendukung peningkatan kinerja perekonomian nasional. Terutama di masa tingginya ketidakpastian global seperti saat ini.

"OJK mencatat sejumlah lembaga internasional, seperti Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), yang memperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh melambat di 2023," kata Mahendra dalam telekonferensi di Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Selasa 6 Desember 2022.

Ketahui Manfaat dan Risiko Saham Blue Chip, Dapatkan Dividen yang Konsisten

Gedung OJK / Otoritas Jasa Keuangan

Photo :
  • VIVA/Andry Daud

Dia menambahkan, perlambatan tersebut adalah akibat dari pengetatan kebijakan moneter global, tingginya harga komoditas energi dunia yang dipengaruhi oleh tensi geopolitik, dan tingkat inflasi yang masih di level tinggi.

Beli Properti Bisa untuk Rumah Tinggal Sekaligus Investasi Jangka Panjang

Karenanya, Mahendra menegaskan bahwa perkembangan sektor-sektor yang memiliki porsi ekspor yang tinggi, serta sektor padat modal yang akan lebih terdampak oleh kenaikan suku bunga, perlu dicermati lebih lanjut.

Selain itu, indikator perekonomian terkini juga menunjukkan kinerja ekonomi nasional yang masih cukup baik, terlihat dari neraca perdagangan yaang surplus. Hal itu seiring dengan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona ekspansi, dan indikator pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih solid.

"Selain itu, optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi juga masih positif," ujar Mahendra.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) pun kembali meningkatkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan November 2022, untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar

"Namun demikian, laju pemulihan perekonomian maupun intermediasi sektor keuangan belum terlalu terdampak atas kenaikan suku bunga dimaksud," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya