Mulai Diterapkan di 99 PLTU, Bagaimana Skema Perdagangan Karbon di Indonesia?

- Harry Siswoyo/VIVAnews.
VIVA Bisnis – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan ESDM saat ini tengah gencar melakukan sosialisasi aturan terkait perdagangan karbon itu.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Dadan Kusdiana menyatakan, tahun ini bakal ada 99 unit PLTU yang berpotensi ikut skema perdagangan karbon, dengan total kapasitas terpasang mencapai sebesar 33.569 megawatt (MW).
"Porsi tersebut cukup besar, mengingat total kapasitas terpasang PLTU batu bara secara nasional mencapai sekitar 39.016 MW," kata Dadan, Selasa, 24 Januari 2023.
Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Dadan Kusdiana.
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya/tangkapan layar
Meski telah lama diwacanakan oleh pemerintah, namun sepertinya istilah perdagangan karbon ini masih terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. Lalu, apa itu dan bagaimana skema perdagangan karbon sesungguhnya?
Perdagangan karbon adalah transaksi jual beli dengan komoditas berupa sertifikat pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Hal itu sebagai bentuk dari adanya aktivitas di pasar karbon, yang dilatarbelakangi kebutuhan atau keinginan terhadap hak atas emisi gas rumah kaca dalam satuan setara ton Co2.
Perdagangan karbon nantinya bisa dengan skema penetapan batas hak atau kuota tertentu atau disebut kredit karbon yang tidak dapat dilampaui oleh perusahaan. Bisa juga, dengan opsi pajak karbon, di mana perusahaan membayar jumlah karbon yang dihasilkan.