Tren Bunga Rendah dan Bakar Uang Usai, Rhenald Kasali Ungkap Disrupsi Gelombang Kedua

Prof Rhenald Kasali.
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya/tangkapan layar

VIVA Bisnis – Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia (UI) sekaligus Pendiri Rumah Perubahan, Prof Rhenald Kasali mengatakan, saat ini dunia tengah memasuki 'Disrupsi Gelombang Kedua'. Di mana terdapat perubahan dari era sebelumnya, yakni era bunga rendah yang memungkinkan para investor mendapatkan untung melalui meminjam dengan bunga rendah. Kemudian, mereka menginvestasikan pinjamannya itu dengan cepat, demi menghasilkan valuasi yang juga naik dengan cepat.

Angin Segar untuk Startup Pemula

"Jadi orang menuju kepada valuasi, di mana yang dilihat adalah revenue atau gross merchandise value, atau jumlah viewer, jumlah penonton, pokoknya yang serba kelihatan di atas lah," kata Rhenald dalam acara Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sharing Session, Jumat, 17 Maret 2023.

Rhenald Kasali

Photo :
  • Instagram
Kunjungi Station F di Paris, Anindya Bakrie Ungkap Rencana Bangun Kampus Startup di IKN

Namun, dalam 'Disrupsi Gelombang Kedua' ini, jumlah investor telah berkurang karena adanya tren bunga tinggi sehingga biaya modal pun ikut meningkat. Hal itu, menurut Rhenald bahkan sampai membuat banyak orang yang uangnya 'nyangkut' di Amerika Serikat (AS), dan tidak bisa diambil.

"Yang terjadi sekarang adalah duit ditarik oleh pemerintah Amerika Serikat, The Fed menaikkan bunga, maka berarti investor berkurang," ujar Rhenald.

Startup Kripto Ini sedang Bahagia

Karenanya, Rhenald menegaskan bahwa yang tersisa saat ini adalah investor yang rasional, yang saat era bunga tinggi dia tetap fokus mencari profit. Sehingga, nantinya nilai valuasi memang tidak seagresif seperti sebelumnya.

"Dulu orang investasi misalnya Rp 100 miliar dengan valuasi naik berapa persen. Nanti uangnya bisa dibakar, dan kalau uangnya dibakar nanti valuasinya naik kemudian nanti ada orang lain lagi yang beli," kata Rhenald.

Namun, lanjut Rhenald, saat ini bukan soal valuasi itu lagi yang dilihat, karena sekarang yang dilihat dan menjadi fokus adalah soal profit sebagai bottom line-nya.

"Istilahnya, bisnis yang benar-benar real, profitnya bottom line, terus kemudian aspek lingkungannya terjaga, dan governance atau tata kelolanya baik sehingga uangnya aman," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya