Ungkap Stereotip Bank Sentral AS-Eropa soal Inflasi, BI Pamer Keunggulan GNPIP

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

VIVA BIsnis  – Bank Indonesia (BI) menjelaskan perbedaan besar antara BI dengan bank-bank sentral di negara-negara maju, khususnya dalam hal penanganan inflasi.

Diskriminasi Terhadap Perempuan Dalam Pekerjaan Kian Parah di Tiongkok

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti mengatakan, stereotip antar-para bank sentral dari berbagai negara maju terkait inflasi, umumnya masih menitikberatkan bahwa inflasi hanyalah urusan bank sentral semata.

Akibatnya, banyak dari negara-negara maju di dunia yang masih beranggapan bahwa urusan inflasi itu hanya bisa ditangani dengan kebijakan moneter. Sehingga inflasinya justru malah berkepanjangan.

Pasien Imunodefisiensi Primer Minta Pemerintah Masukkan Terapi IDP ke dalam Formularium Nasional

"Sesama pihak bank sentral tidak pernah berbicara bahwa inflasi itu adalah urusan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, atau bahkan Pemerintah Pusat. Mereka selalu menganggap bahwa inflasi ini adalah urusan bank sentral, dan harus ditangani dengan kebijakan moneter," kata Destry dalam telekonfrensi di acara 'GNPIP Balinusra', Rabu, 17 Mei 2023.

Ilustrasi pendorong inflasi.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Alasan Negara Arab Lebih Pilih Dukung Israel daripada Iran, Khawatir Perang Makin Luas

"Akibatnya, sekarang banyak negara-negara maju yang masalah inflasinya justru tidak selesai-selesai," ujarnya.

Dia menjelaskan, permasalahan umum di dunia setelah COVID-19 antara lain adalah likuiditas yang 'ample', serta distribusi barang dan faktor energi yang terganggu. Sehingga, hal itu menyebabkan kenaikan inflasi secara luar biasa.

"Bahkan negara-negara maju itu biasanya punya inflasi 2 persen, paling banter 3 persen. Tapi sekarang di Eropa inflasinya sudah di atas 10 persen," kata Destry.

Namun, anehnya mereka masih menganggap bahwa inflasi itu hanyalah urusan kebijakan moneter semata, dan solusinya adalah kembali menaikkan suku bunga. Akibatnya, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) bahkan telah menaikkan suku bunga dari sebelumnya hanya 0,25 persen menjadi 5,5 persen.

"Bayangkan, bagaimana ekonominya tidak terpuruk. Kemudian Eropa juga menaikkan suku bunganya sampai 4,5 persen," ujar Destry.

Berbeda dengan kebanyakan negara maju tersebut, BI berpendapat bahwa masalah inflasi justru harus dilihat dari sumbernya terlebih dahulu. Di mana, sumber inflasi umumnya berasal dari aspek permintaan maupun penawaran.

Sementara yang terjadi secara global saat ini termasuk di Indonesia, adalah bahwa inflasi ini bersumber dari aspek. penawaran.

Penghargaan dari Bank Indonesia

Photo :
  • Topremit

"Jadi tidak mungkin inflasi ini hanya kita tangani dari sisi permintaan saja, yakni dengan menaikkan suku bunga. Karena nanti yang ada adalah ketidakseimbangan ekonomi," kata Destry. 

"Karenanya di Indonesia, melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang langsung dipimpin oleh Presiden Jokowi, telah menunjukkan hasil bahwa dengan sinergi yang kuat bersama seluruh stakeholder terkait lainnya, BI sangat optimis bahwa permasalahan inflasi ini bisa kita tangani secara baik," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya