5 Jenis Praktik Greenwashing oleh Produsen yang Dinilai Bikin Sampah Plastik Makin Banyak

- Dokumentasi Sungai Watch.
VIVA Bisnis – Produsen produk, salah satunya Industri air minum dalam kemasan (AMDK), ditegaskan perlu lebih jujur dalam penanganan sampah plastik mereka. Sebab, sampah plastik AMDK yang tak hanya berserak di tanah, tapi juga mengalir sampai jauh dari sungai ke laut.
Ahmad Safrudin dari organisasi Net Zero Waste Consortium mengungkapkan, ironisnya saat ini tak tampak upaya maksimal yang dilakukan untuk membantu mengatasi persoalan kronis ini. Kecuali hanya gerakan sporadis di permukaan, atau rajin beriklan dengan jargon 'tidak menyampah'.
“Reputasi Indonesia terpuruk di mata dunia sebagai salah satu polutan sampah plastik terbesar di dunia, karena sampah kemasan saset, gelas, sedotan dan botol plastik dibuang di darat, di sungai dan menyampah di laut. Lobi industri seolah merasa tak berdosa di sini, padahal itu semua produk mereka yang dibiarkan tanpa bertanggung jawab," kata Ahmad dikutip dari keterangannya, Jumat, 19 Mei 2023.
Sampah plastik siap didaur ulang
- Istimewa
Dia pun menyayangkan, alih-alih memperbaiki keadaan, Industri AMDK malah semakin getol melakukan praktik greenwashing. Sehingga, sehingga konsumen pun dinilai tidak mendapatkan informasi sepenuhnya.
“Kalau sekarang lobi industri bersikap seolah mereka jadi korban regulasi Pemerintah, lalu menyalahkan pihak lain, itu artinya penyesatan opini masyarakat dengan sengaja. Dan itu jahat sekali,” katanya.
“Kampanye greenwashing yang mereka lakukan, kalau dilakukan terus menerus, bisa dianggap jadi kebenaran. Lobi industri bisa dengan nyaman melindungi bisnis AMDK mereka yang tidak aman dan menyebabkan timbulan sampah tak pernah selesai, bukan cuma berceceran di jalan-jalan tapi juga menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)," tambahnya.
Dia menjabarkan, secara umum ada lima jenis praktik greenwashing yang biasa diiklankan oleh produsen yang berbuat seolah-olah pro lingkungan. Padahal sebaliknya, upaya mereka berbanding terbalik dari apa yang diiklankan ke publik. Kelimanya adalah:
1. Citra ramah lingkungan
Produsen menggunakan produk yang menggunakan gambar, ilustrasi atau foto dedaunan hijau, hewan, kemasan ramah lingkungan dan sejenisnya. Ini adalah praktik greenwashing klasik.
2. Label yang menyesatkan
Sejumlah produk tertentu bisa terlihat dilabeli dengan kata 'Sudah Disertifikasi', '100% organik', dan sebagainya. Tidak ada informasi pendukung untuk membuktikan kebenaran klaim tersebut.
Ilustrasi Sampah Plastik
- ist
3. Pertukaran yang tak terlihat
Produsen bisa bertindak seolah-olah ramah lingkungan dan kebijakannya berkelanjutan, tetapi pada kenyataannya ada pertukaran yang sangat tidak ramah lingkungan yang sengaja disembunyikan dari mata publik.
Contohnya, gencarnya iklan AMDK yang mengklaim tidak menyampah, sementara publik tidak melihat langsung bagaimana sampah plastik produk tersebut bertebaran di tempat pembuangan akhir di darat, sungai dan pesisir.
4. Tidak memberikan informasi apa-apa
Kadang ditemukan pula produk-produk, seperti AMDK salah satunya, yang tidak memberikan informasi sepenuhnya tentang kandungan kimiawi berbahaya pada produk mereka.
5. Berbuat seolah jujur, tapi tetap berbahaya
Ada pula produsen yang klaimnya jujur, tapi produknya tetap berbahaya pada manusia atau lingkungan. Contohnya, produsen yang menjual rokok organik atau sejenisnya.
Pada intinya, praktik greenwashing dilakukan dengan mengklaim seolah-olah produk-produk suatu perusahaan ramah lingkungan. Padahal faktanya, produk mereka tidak bermanfaat sama sekali bagi lingkungan. Bahkan berbahaya bagi manusia kalau tersebar di lingkungan tanpa kontrol.
“98 persen produk-produk yang diiklankan tidak mengatakan yang sebenarnya dan berpotensi menyesatkan konsumen dengan klaim-klaim mereka,” demikian kesimpulan yang dipaparkan perusahaan survei marketing Terrachoice Environmental Marketing, tentang produk-produk yang diiklankan sebagai bagian dari praktik greenwashing.
Di Indonesia, iklan-iklan AMDK yang bertaburan di platform media sosial dan lobi industri gencar melakukan Greenwashing, hingga mengaburkan persoalan riil sampah plastik.
Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun, di mana sebanyak 5 persen, atau 3,2 juta ton, adalah sampah plastik. Dari angka fantastis 3,2 juta ton timbulan sampah plastik itu, produk air minum dalam AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen.
Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek adalah sampah AMDK gelas plastik. Secara kasat mata, selain volume timbulan, air minum dalam kemasan plastik berukuran di bawah 1 liter terbukti mengotori lingkungan.
“Dalam operasional sehari- hari, kami bisa buktikan bahwa sampah kemasan kecil tak punya nilai bagi industri daur ulang. Makanya kemasan kecil inilah yang menjadi persoalan sampah sesungguhnya, yang berpotensi tercecer dan menambah timbulan sampah,” kata Saut Marpaung, Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) dan Anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional, di Jakarta, beberapa waktu lalu.