Alasan Faisal Basri Ragukan Mimpi Pemerintah Bangun Industri Mobil Listrik dari Hulu ke Hilir

Ilustrasi pabrik baterai mobil listrik.
Sumber :
  • Electrek

VIVA Bisnis – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri mengatakan, optimisme pemerintah untuk membangun industri mobil listrik dari hulu hingga hilir secara menyeluruh setidaknya harus diperhitungkan kembali. Sebab, Faisal menilai perkembangan sektor industri mobil listrik di Tanah Air justru belum menunjukkan capaian yang menggembirakan.

Mobil Listrik Ini seperti Replika Alphard Mini, Harga Murah Meriah

"Belajar dari pengalaman dan model yang ada di dunia ini, harus diingat bahwa Indonesia kan ingin membangun industri mobil dari hulu sampai hilir, dimana semuanya punya Indonesia," kata Faisal dalam diskusi 'Subsidi Mobil Listrik: Insentif untuk yang Berdaya Beli?' dikutip Senin, 22 Mei 2023.

"Yakni dari biji nikelnya sampai mobil listriknya, padahal industri di Indonesia tambah memble terus," ujarnya.

Neta Lirik Indonesia Jadi Basis Ekspor Mobil Listrik

Belum Ada Negara Manapun yang Produksi Mobil Listrik 100 Persen Mandiri

Ekonom Senior Indef, Faisal Basri.

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
Belum 2 Minggu Mobil Ini Sudah Laku 100 Ribu Unit

Dia mengingatkan, selain sudah terjadi gejala dini dari deindustrialisasi di sektor industri Indonesia, sebenarnya tidak ada satu negara mana pun yang memproduksi mobil listrik 100 persen secara mandiri.

Apalagi, dengan komponen mobil listrik yang jumlahnya mencapai ribuan dan berasal dari berbagai negara, keinginan Indonesia untuk mewujudkan industri mobil listrik dari hulu sampai hilir 100 persen itu menurutnya tidak realistis.

Karena, lanjut dia, produksi berbagai komponen mobil listrik oleh negara-negara lain, tentunya juga membutuhkan dana dan waktu yang tidak sebentar. Jadi apabila Indonesia tetap bersikeras ingin menciptakan industri mobil listrik 100 dari hulu ke hilir, dipastikan industrinya justru akan makin ketinggalan oleh negara-negara lain di dunia.

"Karena negara-negara lain yang menghasilkan komponen mobil listrik lainnya itu, mereka kan juga perlu research and development (R&D). Sementara R&D di Indonesia hanya 0,28 persen dari PDB. Jadi dengan R&D dan inovasi yang rendah, Indonesia harus ingat bahwa perubahan dan percepatan teknologi di industri ini juga sangat cepat," kata Faisal.

"Contohnya nanti, jika Indonesia sudah punya mobil listrik berbasis nikel, eh di dunia saat itu sudah tidak lagi menggunakan nikel. Karena saat ini saja di dunia sudah menggunakan sodium ion, bukan lithium ion. Karena sodium ion itu jauh lebih murah dan jauh lebih efektif serta lebih ampuh," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya