BKF Perkirakan Defisit APBN 2023 Turun ke Bawah 2,8 Persen

Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.
Sumber :
  • istimewa

VIVA Bisnis – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 akan ada di bawah 2,8 persen. Untuk tahun ini, Pemerintah menargetkan defisit di angka 2,84 persen.

Rasio Utang Pemerintah 2025 Ditargetkan Naik Jadi 40 Persen, Kemenkeu Buka Suara

“Karena penerimaan lebih bagus dan waktu kita desain APBN-nya kan relatif cukup konservatif sehingga penerimaan kita masih ada momentum yang cukup bagus. Sehingga ini akan mengurangi defisit,” kata Febrio kepada awak media di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 31 Mei 2023.

Febrio menuturkan, untuk anggaran belanja juga diperkirakan akan tetap tumbuh positif. Meski demikian, Febrio menekankan Pemerintah akan tetap waspada.

12,98 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT, Sri Mulyani: Terima Kasih

“Belanja kita enggak berkurang, belanja kita tetap akan tumbuh positif. Jadi ini lebih kepada sisi penerimaannya yang akan lebih relatif cukup bagus. Tapi kita tetap waspada, nanti kita  liat aja,” ujarnya.

Ekonomi BCA Proyeksikan di Kisaran 2,5 Persen

Ingin Tahu Informasi Seputar Penerimaan Anggota Polri Tahun 2024, Catat Nomor Ini

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual memproyeksikan defisit APBN akan berada di kisaran 2,5 persen. Rendahnya defisit itu dipicu oleh penerimaan yang cukup baik di kuartal I-2023.

Meskipun jelasnya, memasuki kuartal II-2023 dan kuartal III-2023 penerimaan pemerintah non pajak atau bukan pajak akan lebih rendah dikarenakan harga komoditas yang mulai menurun.

“Itu kelihatan akan sedikit menurun tapi dari sisi perpajakan dan lain-lain masih cukup baik, dan kita juga saving cukup besar dari penerimaan non pajak tahun lalu, jadi bisa lebih rendah,” terangnya.

Di sisi lain, tambahnya, hal tersebut didukung karena Indonesia di mata investor asing juga jauh lebih menarik dibandingkan dengan negara lain yang manajemen fiskalnya kurang baik.

“Manejemen fiskalnya kita jauh lebih bagus dari sisi konservatisme beda dengan negara-negara maju waktu pandemi. Sehingga kelihatan dari sisi likuiditas maupun juga kebijakan fiskalnya terlalu ekspansif dan kita lihat dampaknya ke inflasi mereka (negara maju) jauh lebih tinggi dari kita,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya