JK Singgung Besaran Cicilan Utang Pemerintah, Begini Penjelasan Kemenkeu

Ilustrasi utang.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA Bisnis – Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo membeberkan 10 fakta terkait utang Indonesia yang sebelumnya sempat disinggung oleh Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK).

Kepemimpinan Perempuan di BUMN dan Cara BKI Lanjutkan Semangat Kartini

Yustinus mengatakan, fakta-fakta ini sekaligus sebagai tanggapan atas banyaknya orang yang sering membahas terkait nominal utang. JK sendiri sebelumnya mengatakan bahwa dalam setahun, Pemerintah membayar cicilan utang dan bunga mencapai Rp 1.000 triliun.

"Fakta pertama, kita tidak mengeluarkan Rp 1.000 triliun per tahun untuk membayar utang seperti yang disampaikan oleh Pak JK," kata Yustinus lewat Twitternya @prastow dikutip Jumat, 2 Juni 2023.

Kembangkan Produk Urea dan Amonia, Pupuk Indonesia Gandeng BUMN Brunei BFI

Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo.

Photo :
  • Anisa Aulia/VIVA.

Rasio Utang Pemerintah 2025 Ditargetkan Naik Jadi 40 Persen, Kemenkeu Buka Suara

Yustinus menegaskan, dalam pembayaran pokok dan bunga utang. Pemerintah sangat berhati-hati dan terukur agar kemampuan bayar dan kesinambungan fiskal tetap terjaga. Kedua, jelas Yustinus, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per April 2023 turun menjadi 39,17 persen dari 39,57 persen pada Desember 2022.

"Kebijakan countercyclical penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi membuat rasio utang meningkat, 2020 (39,4 persen PDB) dan 2021 (40,7 persen PDB). Kemampuan recovery yang baik membuat ekonomi Indonesia mampu bangkit, sekaligus menurunkan debt ratio," jelasnya.

Yustinus menuturkan, pada 2021 rasio utang Indonesia sebesar 40,7 persen atau jauh di bawah rerata emerging market. Bahkan, jauh di bawah China yang menyentuh 71,5 persen.

Ketiga, jelasnya, Indonesia patuh pada fiscal rule. Dalam hal ini tercatat bahwa kenaikan PDB RI lebih besar bila dibandingkan kenaikan utang.

"Kenaikan PDB Indonesia lebih besar daripada utang, di saat mayoritas negara ASEAN dan G20 mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi daripada PDB," ujarnya.

Fakta keempat ucap Yustinus, dalam kurun waktu 2018-2022 yang mana saat dunia krisis karena pandemi. Utang Pemerintah mampu menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian sebesar 1,34.

"Capaian ini lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk AS, Tiongkok, dan Malaysia," terangnya.

Kelima, untuk sebagian besar utang Indonesia ada dalam mata uang rupiah. Tercatat, 73 persen utang Indonesia berasal dari SBN domestik.

Keenam, rasio utang RI tercatat menurun tajam yang ditandai dengan debt service ratio/DSR dari 2020 sebesar 47,3 persen menjadi 34,4 persen pada tahun 2022. Angka itu kembali menurun per April 2023 menjadi 28,4 persen.

Yustinus menjelaskan, DSR merupakan rasio pembayaran pokok dan bunga utang dengan pendapatan. Pun, pada interest ratio (rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan) juga menurun, dari 19,3 persen pada 2020 menjadi 14,7 persen pada 2022, dan 13,95 persen per April 2023.

"Penurunan DSR dan IR ini menunjukan bahwa kemampuan APBN dalam membayar biaya utang (pokok dan bunga) semakin menguat," ujarnya.

Yustinus menuturkan, ketujuh tercatat rating RI bagus dan masih dipandang reliable dalam pengelolaan utang. Di mana ;lembaga-lembaga  pemeringkat kredit seperti Standard & Poor's, Moody’s, dan Fitch memberi rating BBB/Baa2 untuk Indonesia dengan outlook stabil, di saat banyak negara mengalami downgrade.

"Kedelapan sepanjang 2015-2022, penambahan utang sebesar Rp 5.125,1 masih lebih rendah dibandingkan belanja prioritas (Perlinsos, Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur) sebesar Rp 8.921 triliun," jelasnya.

Kesembilan, pertumbuhan aset nilainya tercatat melebihi penambahan utang. Hal itu menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur terus menjadi salah satu prioritas sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi.

"Selain itu, utang juga digunakan untuk ketersediaan sarana pendidikan dan kesehatan untuk mendukung pembangunan kualitas SDM," terangnya.

Sedangkan kesepuluh jelas Yustinus, utang BUMN bukanlah beban APBN. Hal itu mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. "BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, segala utang yang timbul atas corporate action merupakan tanggung jawab BUMN yang bersangkutan dan bukan merupakan utang negara," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya