Omzet Terancam, Pelaku UMKM Desak Aturan Tembakau Dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan
- ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Jakarta – Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengaku sangat kecewa, pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi aturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan terkait produk tembakau.
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo), Anang Zunaedi mengatakan, dalam aturan buatan Kementerian Kesehatan tersebut terdapat banyak larangan total bagi produk tembakau, termasuk larangan penjualan rokok eceran yang mengancam langsung omzet mereka sebagai UMKM.
"Dorongan pelarangan penjualan rokok eceran dapat mematikan usaha para pedagang. Rokok adalah produk legal yang dapat diperjualbelikan, dan menjadi salah satu tumpuan perputaran ekonomi pelaku UMKM," kata Anang dalam keterangannya, Rabu, 27 September 2023.
Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
- VIVAnews/Arrijal Rachman
Karenanya, Anang berharap Kemenkes bisa lebih adil saat menyusun kebijakan terkait produk tembakau. Dia juga menyayangkan sikap Kemenkes yang tidak bisa melihat kontribusi UMKM yang signifikan, terhadap penyerapan tenaga kerja.
"Keberadaan UMKM yang mandiri ini harusnya dilindungi, bukan justru dimatikan dengan kebijakan sepihak," ujarnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri), Setyorinny Hermawati berharap, pemerintah dapat terus konsisten melindungi sektor usaha yang menunjang ekonomi masyarakat kecil.
"Pemerintah mohon lebih bijaksana dengan menggodok aturan yang sesuai realita kehidupan masyarakat. Kemenkes juga harus melibatkan dan mengakomodir suara pelaku UMKM dalam proses penyusunan RPP UU Kesehatan terkait produk tembakau ini," kata Setyorinny
Pelaku UMKM menurutnya harus mendapatkan perlindungan melalui kebijakan. Kontribusi UMKM terhadap PBD Indonesia hampir mencapai 61 persen dan menyerap sebanyak 97 persen tenaga kerja.
"Karena itu, aturan produk tembakau yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu seharusnya diatur, bukan dilarang total. Pemerintah harus lihat dampaknya dari sektor hulu ke hilir," ujarnya.
Diketahui, sebelumnya pada 20 September 2023 pihak Kemenkes telah melaksankan public hearing tentang pasal zat adiktif berupa produk tembakau. Namun, nyatanya tidak ada satupun pelaku UMKM sektor perdagangan yang berkaitan dengan industri hasil tembakau, yang diundang untuk datang menyampaikan pendapat.