Aprindo Minta Pemerintah Relaksasi Harga Bahan Pokok Jelang Ramadhan, Antisipasi Panic Buying

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta, Pemerintah untuk mempertimbangkan relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) komoditas pangan. Sebab, harga komoditas pangan berpotensi naik pada Februari 2024. 

Respons Pengusaha soal Pemerintah Terbitkan Golden Visa

Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan, Pemerintah perlu melakukan perubahan HET melalui Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). Sebab diperlukan untuk mencegah kekosongan atau kelangkaan bahan pokok seperti beras, gula, dan minyak di retail-retail modern. 

"Bilamana kelangkaan terjadi maka akan bermuara kepada panic buying konsumen, yang akan berlomba membeli bahkan menyimpan bahan pokok dan penting karena kuatir barang akan habis dan situasi harga yang tidak stabil," ujar Roy dalam keterangannya Jumat, 9 Februari 2024. 

Survei LKPI Munculkan Nama Baru Pengusaha Muda NU untuk Pilkada Jateng

Ilustrasi harga pangan.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Roy menjelaskan, relaksasi HET dan aturan main ini dimaksudkan agar peritel dapat membeli bahan pokok dan penting tersebut dari para produsen yang sudah menaikan harga beli bahan pokok di atas HET selama sepekan terakhir ini sebesar 20-35 persen dari harga sebelumnya.

Jokowi Buka Suara soal Asuransi Wajib Motor dan Mobil Tahun Depan

"Kami tidak dapat mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan produsen bahan pokok dan penting tersebut. Karena harga ditetapkan oleh produsen sebagai sektor hulu yang selanjutnya mengalir kepada kami di sektor hilir melalui jaringan distribusi, untuk selanjutnya dibeli atau dibelanjakan oleh masyarakat pada gerai ritel modern," jelasnya. 

Roy mengungkapkan, saat ini peritel sudah mulai kesulitan mendapatkan supply beras tipe premium lokal dengan kemasan 5 kilogram. 

Dia menjelaskan, keterbatasan suplai beras tersebut disebabkan saat ini belum masa panen yang diperkirakan akan terjadi pada pertengahan bulan Maret 2024, serta bersamaan dengan belum masuk nya beras tipe medium SPHP yang di impor Pemerintah. 

"Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara supply dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern (toko swalayan) dan pasar rakyat (pasar tradisional),"  jelasnya. 

Keadaan kenaikan harga ini, lanjut Roy, terjadi pada berbagai wilayah di Indonesia. Terlebih pada bulan Februari ini, momentum para peritel melakukan pembelian dari produsen guna persiapan pasokan pada gerai-gerai ritel modern menjelang puasa di Bulan Ramadhan dan Idul Fitri. 

"Faktanya saat ini kami tidak ada pilihan dan harus membeli beras dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal, bagaimana mungkin kami menjualnya dengan HET? Siapa yang akan menanggung kerugiannya?," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya