Ikuti Ketentuan Kemenkeu, AP I Baru Balik Modal 18 Tahun

Dahlan meninjau pembangunan Bandara Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi
Sumber :
  • VIVAnews/Ramond EPU
VIVAnews
Drama Adu Penalti, Ini 5 Fakta Real Madrid Pulangkan Manchester City di Liga Champions
- Proyek perluasan Bandara Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah, sampai saat ini masih terkendala perbedaan nilai pemanfaatan lahan yang ditetapkan Kementerian Keuangan. Hal tersebut, membuat proyek itu masih terkatung-katung hingga saat ini.

BMKG Peringatkan Masyarakat Waspadai Hujan Badai di 27 Provinsi

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, Selasa 2 April 2014, mengatakan Angkasa Pura I bisa saja mengikuti nilai yang diajukan Kemenkeu. Tetapi, jangan salahkan jika perusahaan pelat merah tersebut tidak berkembang cepat.
12 Fakta yang Diklaim Tak Terbantahkan Dibeberkan Kubu Ganjar-Mahfud pada Sidang PHPU


Sebab, menurut Dahlan, AP I baru bisa mengembalikan modal ekspansi bisnisnya tersebut selama 18 tahun ke depan. "Harusnya tujuh tahun, bahkan swasta itu bisa empat tahun," ujarnya, saat ditemui di kantornya.


Sebagai perusahaan milik negara, Dahlan mengatakan, akan mengikuti segala ketetapan yang dikeluarkan instansi pemerintahan lainnya. Tapi harus ditegaskan, pertumbuhannya tidak bisa secepat sektor swasta.


"Makanya, BUMN kita tidak bisa disamakan dengan swasta. Tapi tak apa-apa, danĀ  jangan dicela-cela terus. Bagaimana mau maju, kalau kenyataannya tersebut," katanya.


Sebagai informsi, proyek pengembangan Bandara Ahmad Yani senilai Rp1,5 triliun, awalnya akan dimulai pada akhir 2013. Kemudian ditunda menjadi 10 Januari 2014, dan kembali dijadwalkan pada Maret 2014. Namun, hingga kini penanaman tiang pancangnya belum juga dilaksanakan.


Proyek itu terganjal perbedaan perhitungan tingkat kontribusi tetap kepada negara dan bagi keuntungan yang diajukan AP I dan Kementerian Keuangan. AP I mematokan NJOP sebesar Rp128.000 per meter, sedangkan Kemenkeu mematok sekitar Rp360.000 per meter.


Perbedaan patokan NJOP areal pengembangan tersebut terjadi, karena AP I mengasumsikan tanah itu merupakan tanah rawa, sedangkan Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu menganggap lokasi tersebut sebagai tanah padat. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya