Kisah Debt Collector Banting Setir Jadi Pengrajin Topeng

Topeng Malang karakter Jamang Lono
Sumber :
  • VIVA.co.id/DA Pitaloka

VIVA.co.id - Puluhan aksesori tarian barong, jaranan atau kuda lumping dan berbagai topeng Ponorogo atau Topeng Malang terpampang di rumah sekaligus bengkel kerja milik Bariono, warga RT 12 RW 04 Desa Sudimoro Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang.

Miliarder Sara Blakely Berbagi Nasihat Bisnis Terbaiknya

Pengrajin topeng dan berbagai aksesori tarian tradisional Jawa Timur itu menggeluti dunia ini semenjak enam tahun terakhir. Tak jarang, di musim puncak, omzet penjualan ratusan topeng, baju tari atau pun aksesori tarian tradisional mencapai sekitar Rp30 juta. Angka itu didapat hanya dalam satu pekan saja.

Sabtu siang, 21 Maret 2015, Bariono terlihat sedang menjemur potongan ekor sapi yang dibelinya dari pengepul. Ekor sapi itu akan dihias sebagai rambut dan kumis di topeng Barongan dan Jamang Lono, topeng Malangan.

Tak Selesai Kuliah, Ahmed Haider Ciptakan Aplikasi Drone

Ada pula kulit sapi yang sedang dijemur dan dikeringkan. Nantinya kulit itu akan dipakai sebagai bahan utama aksesoris kepala banteng, untuk kebutuhan tari Bantengan.

Ratusan kayu sengon yang telah dipahat sebagian siap untuk disempurnakan menjadi Caplokan, topeng karakter dari Ponorogo bernama Bocah Ganong, ataupun salah satu karakter topeng Malangan bernama Jamang Lono.

Kisah Shelby Clark Temukan Ide Aplikasi Penyewaan Mobil

Ada pula sejumlah lembaran spon tebal yang hendak digambar, dan dipotong sehingga menjadi kuda lumping. Belum lagi tumpukan gelondongan kayu sengon afkir yang menumpuk di belakang rumahnya.

"Kalau itu untuk kursi jungkat-jungkit berbentuk kuda-kudaan," kata Bariono.

Tumpukan kain berwarna merah juga terlihat di sudut ruangan dalam rumah, dekat dengan seperangkat mesin jahit. Kain itu akan segera diubah menjadi kostum penari kuda lumping, barongan atau kostum penari topeng dalam waktu dekat.

Semua hasil karyanya dihargai antara Rp10 ribu hingga Rp350 ribu. Pemesan datang dari berbagai daerah di Jawa Timur, Kota Malang, Kota Batu hingga di berbagai pasar tradisional di sekitar Tumpang, Wendit, Karangploso dan Pujon serta wilayah Blitar dan Kediri.

Menampilkan Bariono dengan aksesoris kepala banteng yang terbuat dari kayu berutup kulit sapi -pit.jpg

(Bariono dengan aksesori kepala banteng)

Setiap dua minggu sekali, Bariono juga rutin mengirimkan hasil keseniannya ke pelanggan tetapnya di wilayah Kalimantan. Pelanggan dari pasar tradisional adalah pelanggan rutin dengan jumlah pesanan naik turun.

"Kami bekerja berdasarkan pesanan. Produknya ada dua versi. Ada versi pasaran yang pengerjaanya agak kasar dan versi yang pakem, yang lebih halus. Menyesuaikan pesanan dan harganya," kata Bariono.

Bariono mengaku setiap kali pengiriman hasil karyanya bisa berkisar antara Rp6 juta hingga Rp9 Juta. Untuk sekali kirim modalnya sekitar Rp2 juta.

Pendapatan itu masih harus dibagi dengan pegawainya yang berjumlah antara empat sampai 10 orang, tergantung jumlah pesanan serta pengeluaran untuk transportasi dan proses pengiriman.

"Kalau ramai satu minggu bisa sampai tiga hingga empat kali pengiriman. Jadi harus tambah pekerja. Kalau sepi rata-rata satu kali pengiriman," kata Bariono.

Menurutnya, hari raya Idul Fitri menjadi berkah bagi Bariono. Sebab, di hari raya itu, pesanan bisa naik berkali lipat dibandingkan di bulan normal. Sayangnya, Bariono hanya mampu memenuhi permintaan sesuai dengan kapasitas produksi dan tenaga yang tersedia.

Jika satu kali pengiriman bisa mendapat pemasukan kotor hingga Rp9 juta, maka di bulan puncak itu pencapaian kotor Bariono dalam satu bulan bisa mencapai Rp 36 juta hanya dalam satu minggu, atau lebih dari Rp100 juta dalam satu bulan.

"Lumayan sudah naik pangkat. Omzet lumayan, meskipun rumah saya masih ngontrak, sekarang sudah ada dua mobil Cary milik sendiri," katanya.

Mantan debt collector

Pekerjaan yang digelutinya saat ini muncul dari lingkungan sekitar. Bariono mengatakan, istrinya lahir dari keluarga seniman dan pematung yang berada di Desa Pagedangan Kecamatan Turen Kabupaten Malang.

Dari mereka, Bariono banyak belajar tentang cara membuat kerajinan serupa selama enam tahun terakhir.

"Dulu saya kerja jadi debt collector-nya leasing rasanya kurang berkah. Banyak terlibat masalah. Gaji tak cukup untuk makan satu bulan," kata Bariono.

Merasa kerjanya yang penuh konflik dan tak mendapat pemasukan cukup, dia pun banting setir menekuni profesi pengrajin. Bermodal Rp100 ribu, Bariono pun membuat aneka topeng dari kertas yang direkatkan dengan tepung kanji.

Topeng buatannya dipajang di depan rumahnya dan dijual dengan harga Rp4.000 per buah. Kala itu, butuh sekitar satu minggu untuk mengembalikan modal awalnya.

Menampilkan topeng bocah ganong dihias dengan rambut ekor sapi-pit.jpg

(Topeng bocah ganong dihias dengan rambut ekor sapi)

Dibantu kerabatnya, Bariono tak patah arang. Dengan berbekal modal ala kadarnya, dia pun mulai meningkatkan produksi kertas dan merambah menggunakan bahan lain seperti, kulit sapi, spon karet hingga kayu sengon.

Berlimpahnya bahan baku kerajinan di Malang diakui Bariono sangat membantu perkembangan produksinya.

“Buntut sapi selalu datang stok baru setiap dua minggu sekali, jumlahnya sekali datang sampai 25 kilogram. Kalau kayu sengon yang afkir, satu truk saya beli dengan harga Rp1 jutaan, itu bisa dijadikan stok sampai lima bulan. Meskipun tidak semuanya bisa dipakai tapi stoknya lancar," tuturnya.

Berencana pakai mesin

Di Kabupaten Malang, Bariono bukanlah satu-satunya pengrajin topeng dan aksesori tarian bantengan atau barong. Namun dia melihat potensi pasar yang masih cukup besar dan belum bisa terisi lantaran terbatasnya jumlah pengrajin dan kapasitas produksi kerajinan.

Dia pun berencana unuk meningkatkan produksi, salah satunya dengan menambah penggunaan mesin berteknologi baru seperti mesin potong otomatis, atau gergaji listrik yang memudahkan produksi sekaligus mengirit tenaga.

"Sekarang kami masih pakai gergaji tradisional. Kalau cat sudah pakai air brush meskipun banyak pakai tangan karena hasilnya berbeda," kata dia.

Menampilkan topeng caplokan di bengkel kerja Bariono-pit.jpg

(Topeng caplokan di bengkel kerja Bariono)

Namun, dia juga resah dengan semakin susahnya mencari tenaga pemahat patung yang berpengalaman. Tenaga pemahat patung, terutama patung Malangan dan Ponorogo yang ada saat ini honornya cukup mahal, lantaran jumlahnya terbatas.

"Sehari bisa sampai Rp150 ribu sampai Rp250 ribu untuk pemahat yang pakem. Sedangkan produksinya hanya bisa empat sampai lima topeng sehari, karena bikin topengnya harus sesuai pakem," ujarnya.

Selain tenaga profesional, ada pula tenaga pemula dengan upahnya terjangkau dan produksi yang cukup banyak. Meskipun Bariono harus rajin mengajari cara membuat topeng yang halus secara bertahap. 

"Ada banyak pemuda putus sekolah di sekitar rumah saya yang mau bekerja di sini. Karena buatannya pasaran, satu hari bisa menghasilkan sampai 20 topeng sehari. Tentu kualitasnya beda dengan pakem. Saya berharap dengan bantuan mesin baru, kerja pemahat baik pakem, pasaran bisa lebih produktif," katanya. (ase)

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya