UBS Pangkas Proyeksi PDB Indonesia Jadi 4,7 Persen

Ilustrasi jasa konstruksi
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Lembaga perbankan asal Swiss, Union Bank of Switzerland (UBS) memangkas proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia menjadi 4,7 persen dari 5 persen di 2015. Demikian halnya di 2016, turun dari 5,8 persen ke 5,6 persen.

Senior Southeast Asia & India Economist UBS AG, Edward Teather mengatakan bahwa PDB riil belum menemukan titik terendah sebelum peningkatan. Sementara itu, pergerakan harga komoditas juga terlihat tidak membantu.

"Kami mengharapkan adanya pemulihan sejalan dengan terpulihnya penurunan ekonomi. Kondisi moneter yang longgar dan belanja infrastruktur yang meningkat," ujar Edward dalam keterangannya kepada VIVA.co.id, Rabu, 15 April 2015.

Namun, pihaknya belum yakin kondisi tersebut kondusif untuk peningkatan aktivitas ekonomi secara signifikan.

Sofjan Wanandi: Demo Tak Pengaruh Iklim Investasi

Edward menjelaskan, pertumbuhan masih melambat di bulan Februari berdasarkan data penjualan ekspor, impor, semen dan kendaraan bermotor. Masing-masing membukukan level terendah selama berbulan-bulan dan pertumbuhan negatif pada tahun tersebut.

Menurut dia, kunci dari pertumbuhan yang masih melambat konsisten dengan tekanan yang sedang berlangsung dari siklus pinjaman (credit cycle) yang akan jatuh tempo dan sektor komoditas.

Singapura Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2016

"Kami tidak mengharapkan keadaan harga komoditas meningkat jauh dalam waktu dekat. Perbaikan proyeksi UBS baru-baru ini menurunkan harga batubara termal sebesar 13 persen pada 2015 dan meningkatkan proyeksi untuk harga minyak Brent sebesar tujuh persen," tuturnya.

Hal tersebut, kata dia, tidak membantu. Alasannya, karena batubara termal adalah ekspor utama Indonesia dan minyak adalah impor utama.

Pengamat: Proyek Infrastruktur Jangan Disetop

"Semua hal lain tetap sama, kami memperkirakan dampak langsung pada neraca perdagangan Indonesia adalah US$2 miliar pada 10 persen penurunan harga batubara dan minus US$1 miliar pada 10 persen kenaikan harga minyak (dengan asumsi harga gas juga menyesuaikan)," tambah Edward.

![vivamore="
Baca Juga
:"][/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya