Di Balik Kesuksesan Oei Tiong Ham, Konglomerat Semarang

Oei Tiong Ham, konglomerat pertama di Asia Tenggara
Sumber :
  • semarang.nl

VIVA.co.id - Masa kecil Oei Tiong Ham dihabiskan di sebuah sekolah swasta Tionghoa, dan sewaktu masih kanak-kanak ia pun mempelajari bahasa Melayu. Dia suka sekali dengan wayang Po-tee-hie.
 
Pernah suatu ketika, Oei Tiong Ham dan sahabatnya menonton wayang Po-tee-hie di Klenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok Semarang. Karena terburu-buru ingin melihat dari dekat perang Loo Thong pada Thie Loei Pat Poo, panglima Pak-hwan yang dimainkan sang dalang pada cerita Loo Thong Tjeng Souw Pak, salah seorang sahabatnya melanggar angkringan (tempat jualan), sehingga jatuh terjungkir.

Hal ini menimbulkan keributan, karena para pedagang yang terlanggar meminta ganti rugi. Pada saat sahabatnya ketakutan, Oei Tiong Ham dengan tenang berkata akan membayar semua kerugian yang ada dan meminta para pedagang tersebut untuk tidak memaksakan kehendak pada sahabatnya itu. Kemudian, dia membawa para pedagang tersebut menghadap ayahnya untuk dimintakan ganti rugi.

Ayahnya bertanya, "Kenapa kita harus yang memberi ganti rugi, bukankah anak itu yang membuat kesalahan?"

Oei Tiong Ham menjawab, "Karena saya yang mengajak mereka nonton wayang, maka sayalah yang harus menanggung kerugian, sebab saya lebih mampu daripada sahabat saya."

Lantaran jawaban yang cerdas tersebut, sang ayah pun akhirnya memberi ganti rugi kepada para pedagang tersebut.

Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol

Ayahnya Oei Tiong Ham, yakni Oei Tjie-sien (Huáng Zhìxìn) berhasil meletakkan dasar bagi imperium Oei Tiong Ham. Di Semarang, ia membuka usaha dupa dan gambir. Pada 1863, ia mendirikan Kongsi Kian-gwan (Jianyuan Gongsi) di Semarang dengan modal sebesar tiga juta gulden.
 
Kian-gwan Kongsi, terutama mengekspor hasil-hasil bumi seperti gula dan ikan. Selian itu ia mengimpor teh dan sutra dari Tiongkok. Perusahaan dagang Kian-gwan didirikan oleh ayah Oei Tiong Ham, Oei Tjie Sien (1835-1900), seorang imigran dari Tong An di Distrik Ch'uanchou, Provinsi Fukien.
 
Tidak seperti kebanyakan orang China yang datang ke Asia Tenggara pada abad ke-19, Tjie Sien mengenyam sedikit pendidikan dasar China klasik pada masa remajanya. Karena suatu sebab, ia terlibat dalam Pemberontakan Taiping, dan terpaksa melarikan diri dari negerinya.
 
Sekitar 1858, ia tiba di Semarang dan mulai berdagang kecil-kecilan. Cucu perempuannya, Oei Hui Lan, menggambarkan keadaannya pada tahap ini sebagai berikut:

"Dengan simpanannya yang sedikit ia membeli piring dan mangkok porselen murahan dan menjajakannya dari rumah ke rumah dalam keranjang yang dipikul dengan bambu. la berjual beli dan melakukan tawar-menawar dengan amat ulet dan cerdik untuk setiap mata uang tembaga. Kemudian, keuntungan yang amat kecil itu ia tanamkan kembali dengan membeli lebih banyak piring dan mangkok serta beras dalam bungkusan-bungkusan kecil. Lambat laun, dengan susah payah, Tjie Sien berhasil menabung".

Kekayaan sebesar 200 juta gulden itu didapat setelah Oei Tiong Ham mewarisi Kian-gwan, perusahaan milik ayahnya, dengan total nilai 17,5 juta gulden. Dia mengembangkan warisan itu, sehingga nilainya menjadi sekitar 200 juta gulden, yang membuatnya menjadi orang terkaya seantero koloni Hindia Belanda kala itu.

Properti yang diwarisi Oei Tiong Ham dari ayahnya cukup banyak, karena Tjie Sien menanamkan uang di sektor properti. Saat itu, ada dua istananya yang sangat megah dan terkenal. Istana utama di Gergaji yang terkenal sebagai istana balekambang seperti yang disebut di atas, sedangkan istana lainnya berada di Simongan, yang dikenal dengan keindahan pemandangannya. (asp)

![vivamore="
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI
Baca Juga :"]
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya