Indonesia Masuk Kategori Negara Tidak Tahan Krisis ?

Presiden Jokowi dan Presiden Bank Dunia Jim Young Kim
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA.co.id
Sofjan Wanandi: Demo Tak Pengaruh Iklim Investasi
- Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim mengatakan, pelemahan mata uang karena penguatan dolar Amerika Serikat (AS), hanya terjadi di negara-negara yang tidak memiliki fundamental ekonomi yang kuat, atau mempersiapkan diri membendung ancaman gejolak ekonomi global. 

Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
Dia menjelaskan, mulai pulihnya ekonomi AS membuat Bank Sentral (The Federal Reserve/Fed) di negara tersebut pada 2013 lalu mengumumkan akan menaikan suku bunga acuannya. Namun, hingga saat ini hal tersebut belum diwujudkan dan akhirnya membuat gejolak keuangan Internasional 

Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November
Karena itu menurutnya, arus modal asing di negara berkembang berbondong-bondong keluar dan masuk ke AS, tergiur dengan suku bunga yang akan dinaikan. Hal tersebutlah yang membuat dolar AS menjadi perkasa terhadap mata uang lain. 

"Tetapi hal itu tidak terjadi di semua negara. Itu hanya terjadi di negara-negara yang tidak melakukan persiapan," ungkapnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu 20 Mei 2015. 

Dia mengatakan, ekspektasi pasar keuangan yang terlalu berlebihan dengan rencana The Fed tersebut, diluar kontrol pemerintah. Karena itulah ekonomi negara yang tidak memiliki persiapan matang dapat mudah digoyang oleh sentimen pasar.   

"Kita tidak tahu kapan suku bunga (FED Rate) akan naik, tetapi jelas bahwa suku bunga akan naik suatu saat, mungkin tahun depan. Tahun lagi dan lagi, kami tidak tahu soal itu," tambahnya. 

Solusinya kata Kim, setiap negara berkembang harus dapat melakukan reformasi struktural secara konsisten. Sehingga upaya yang dilakukan dapat dirasakan, tidak hanya membuang waktu menunggu gejolak ekonomi global berakhir secara alami. 

"Kami katakan kepada setiap negara berkembang untuk mengatur urusan fiskal dengan baik dan menerapkan kebijakan moneter yang jelas dan transparan," tegasnya.

Catatan VIVA.co.id, sebelum The Fed mengumumkan kebijakan tersebut pada akhir 2013, dolar AS sudah mulai perkasa terhadap rupiah. Pada 20 Mei 2013 posisi rupiah ada di level Rp9.760 per dolar AS, karena tingginyha ekspektasi pasar keuangan akah isu tersebut, rupiah anjlok 25 persen menjadi Rp12.215 per dolar AS pada 24 Mei.

Hingga saat ini pelemahan tersebut terus berlanjut. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah hari ini ada di level Rp13.169, jauh diatas asumsi pemerintah sebesar Rp 12.500 pada tahun ini. Dengan fakta tersebut, apakah Indonesia masuk kategori masuk negara berkembang yang tidak memiliki fundamental ekonomi yang kuat ?.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya