Pelonggaran Syarat Kredit Berisiko Terjadinya Bubble ?

Ilustrasi kredit mobil.
Sumber :
  • Istock
VIVA.co.id
Pentingnya Investasi Properti Sejak Muda, Ini Alasannya
- Bank Indonesia segera berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuanganm guna merevisi ketentuan
Loan to Value
Hindari Hal Ini Ketika Beli Rumah Pertama Kali
(LTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), serta ketentuan pembayaran uang muka ( down payment
Beli Rumah Impian Meski Penghasilan Terbatas
) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Hal tersebut, dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan kredit pada tahun ini.  

LTV adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.

Seberapa besar kemungkinan terjadinya pengelembungan (bubble) kredit pada tahun ini jika revisi kebijakan tersebut dilakukan? Beberapa analis, seperti dikutip dari CNBC, Kamis 21 Mei 2015, berpendapat bahwa kecil kemungkinan risiko terjadinya bubble karena kebijakan tersebut. 

Seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, permintaan kredit pada tahun ini diperkirakan anjlok. Bahkan, hal itu bisa terjadi meskipun otoritas terkait memperlonggar aturan pesyaratan pengajuan kredit tersebut. 

Seorang analis di Nomura, Euben Paracuelles mencatat, pada awal tahun ini sudah ada penurunan permintaan untuk kredit mobil dan sepeda motor. Fakta sederhana itu memperkuat bahwa risiko bubble kredit kecil terjadi. 

"Ini bukan karena orang tidak mampu membelinya. Ini, karena mereka lebih berhati-hati." ujarnya 

Sementara itu, Ekonom OCBC, Wellian Wiranto, memprediksikan, meskipun aturan LTV diperlonggar, kecil pula kemungkinan dapat memacu kredit perumahan. Dampak dari perlambatan ekonomi triwulan pertama yang hanya tumbuh 4,7 persen sangat memengaruhi pertumbuhan kredit. 

Sebagai Informasi, pertumbuhan triwulan pertama tahun ini sebesar 4,7 persen di bawah ekspektasi pemerintah, dan merupakan pertumbuhan terlambat sejak 2009, selama masa krisis keuangan global. 

"Tarif masih tinggi. Jumlah yang Anda harus membayar masih tinggi," kata Wiranto.

Kata dia, tingkat rasio utang konsumen juga tidak terlalu tinggi di dalam negeri. Utang rumah tangga di Indonesia baru sekitar 20 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Korea Selatan dan Malaysia yang mencapai sebesar 80 persen. 



Alasan lain Indonesia mungkin tidak mampu mendongkrak pinjaman bank adalah, karena tidak banyak orang memiliki rekening bank.

"Sudah banyak bank-bank di Indonesia, (tetapi) mereka hanya melayani sebagian kecil dari populasi," kata Nomura Paracuelles.

Menurut survei financial inclusion Bank Dunia yang diterbitkan pada April lalu, hanya sekitar 36 persen penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun dilaporkan memiliki rekening di lembaga keuangan pada 2014. 

Dari data tersebut, hanya 13 persen mengatakan mereka meminjam dari lembaga keuangan selama tahun lalu. Namun, data itu menunjukkan lebih dari 56 persen telah meminjam uang di bank.

Dunia usaha pun kemungkinan juga akan mengendurkan pengajuan pinjamannya tahun ini. Perlambatan ekonomi yang terjadi menurunkan kualitas kredit perusahaan di Indonesia. Hal tersebut, diungkap oleh catatan lembaga pemeringkat utang Standar & Poor pada Selasa lau.

Sebelumnya, BI meyakini pertumbuhan kredit akan meningkat dan diperkirakan dapat mendekati kisaran 15-17 persen didukung oleh cukup memadainya kondisi likuiditas perbankan, meningkatnya aktivitas ekonomi, sejalan dengan ekspansi keuangan pemerintah, serta pelonggaran kebijakan makro prudensial. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya