Pengusaha: Konsumsi Bir di Indonesia Sangat Rendah

Ilustrasi/Minuman keras
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVA.co.id - Ketua Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol, Bambang Britono, menilai peraturan yang melarang minuman beralkohol, justru salah sasaran.

Miras yang Tewaskan 26 Orang Tak Mengandung Racun Serangga

Pada 2014, keluar Permendag No.20. Lalu, saat Menteri Perdagangan baru Thomas Lembong, kembali membuat aturan melalui Permendag No.6 2015 yang mulai berlaku 16 April 2015, yang dianggap memperbaiki aturan sebelumnya dengan melarang minuman beralkohol di minimarket.

Bambang menilai, ada salah tafsir dari peraturan yang dibuat pemerintah yang melarang ini. Katanya, walau pemerintah dan DPR mengatakan bukan pelarangan tapi pengaturan, namun yang terjadi di daerah-daerah adalah pelarangan.

"Permendag spiritnya kami menilai melarang, walau tidak ada kata melarang. Kayak pencabutan di minimarket," kata Bambang dalam diskusi polemik, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Oktober 2015.

Dia menjelaskan, kalau pemerintah melandaskan pikiran bahwa melarang minuman beralkohol karena banyak yang meninggal, menurutnya salah. Sebab, beda antara minuman beralkohol dengan oplosan.

Sebab, kata dia, ada memang alkohol yang digunakan secara teknis. Yakni dibuat untuk luka bakar dan lainnya. Menurut dia, ini yang dioplos oleh masyarakat sehingga menimbulkan kematian.

"Industri kami sudah 83 tahun tidak ada masalah. Produk-produk kami di Malaysia juga ada di minimarket. Ada memperketat regulasi, tapi kami takut salah sasaran," tuturnya.

Menurut Bambang, ada 36 aturan di pusat dan 150 peraturan daerah mengenai minuman beralkohol. Kalau membuat aturan baru, maka biaya akan lebih tinggi. "Tapi tidak kena sasaran," katanya.

Dia meminta, pemerintah berpikir berdasarkan data. Tidak asal karena banyak mati menenggak miras yang sebenarnya oplosan, tapi yang disalahkan ada industri minuman alkohol yang legal seperti usaha mereka.

"Konsumsi bir di Indonesia sangat rendah sekali. Bir hanya 1,1 liter per tahun per kepala, kalau Vietnam 35 liter per tahun per kepala, Malaysia 15 liter. Jadi Indonesia relatif kecil," kata dia.

Dengan begitu, Bambang mengatakan kematian itu karena oplosan. Beda dengan minuman resmi beralkohol, yang dari produksi sampai distrubusinya, semua diawasi dan diatur oleh pemerintah.

Menurut dia, dengan begitu sebenarnya yang salah adalah pemerintah juga. Mengingat, faktor kematian akibat tidak adanya kehadiran negara dalam memberi edukasi.

"Harusnya dilihat motivasinya. Coba kita lihat akar permasalahannya," ujar Bambang.

Akibat itu juga, kata Bambang, yang jadi sasaran kalau banyak meninggal adalah minuman beralkohol yang diatur resmi dari asosiasi mereka. Yang sudah puluhan tahun memproduksi.

"Karena tidak ada pendidikan apa itu alkohol maka banyak korban meninggal 300-500 per tahun yang meninggal," katanya. (ase)

 Polisi menyita miras

Jelang Libur Nyepi, Ratusan Miras Dirazia di Bantul

Penjual miras dijerat perda penjualan minuman keras.

img_title
VIVA.co.id
9 Maret 2016