Industri Hotel Dituding Biang Sumur Warga Mengering

Ilustrasi kekeringan
Sumber :
  • REUTERS
VIVA.co.id - Industri perhotelan di Kota Yogyakarta dituding sebagai biang keladi sumur-sumur warga di kota itu mengering. Soalnya banyak hotel di Yogyakarta menyedot air tanah pada kedalaman lebih 50 meter. Akibatnya, air permukaan turun lalu diambil hotel-hotel untuk keperluan industri mereka.
Tujuh Hotel dengan Layanan Paling Mewah

Menurut Heru Hendrayana, Ketua Groundwater Working Group Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pada dasarnya air tanah masih melimpah dan masih sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Yogyakarta. Namun air di permukaan sudah turun dan hanya dapat disedot melalui pipa-pipa panjang milik industri perhotelan. Sumur-sumur warga yang airnya berada di lapisan permukaan pun mengering.
Mau Menginap di Hotel Mewah Terbaik Dunia, Ini Daftarnya

Heru menjelaskan bahwa ada dua jenis air tanah, yakni air tanah bebas dan air dan air tanah tertekan. Air tanah bebas adalah air yang berada di tanah bagian atas. Jika musim kemarau, banyak sumur warga yang kering karena tidak ada hujan berkepanjangan. Air tanah tertekan ialah air yang berada di tanah bagian bawah dan air itulah yang harus dilindungi.
Soto-Sate Padang Dulu, Sebelum Balapan Tour de Singkarak

"Jika pengambilan air tanah berlebihan, akan terjadi krisis air. Maka dunia industri, termasuk perhotelan, harus manaati aturan dalam pemanfaatan air tanah," kata Heru di Yogyakarta, Jumat, 16 Oktober 2015.

Penyebab sumur-sumur kering di Kota Yogyakarta, kata Heru, salah satunya karena industri seperti perhotelan mengambil air pada kedalaman sekira 50 meter. "Untuk hotel harusnya mengambil air bagian bawah dan harus mengikuti aturan, sehingga tidak menimbulkan sumur milik warga sekitar industri kering di saat musim kemarau," katanya.

Pengambilan air sumur dalam bisa dalam jumlah banyak. Namun untuk sumur dangkal maksimum hanya dibolehkan satu liter per detik. Peraturan itu dibuat untuk menjaga keseimbangan sumber daya air.

Prof Sudarto, pakar pada Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia, menjelaskan bahwa air tanah hakikatnya adalah sumber daya yang terbarukan. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, akan berkurang jumlahnya.

"Harus dikelola dengan baik dengan mempertimbangkan keseimbangan imbuhan dan pengurangannya," katanya.

Imbas putusan MK

Hampir satu dasawarsa, pengelolaan sumber daya air dipayungi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Namun undang-undang itu sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 12 Februari 2015.

Pelaku usaha yang banyak menggantungkan bisnisnya dari air menyebut putusan Mahkamah membuat bingung kalangan industri, terutama industri makanan dan minuman. Soalnya mereka tak lagi memiliki dasar hukum untuk mengelola sumber daya air.

Menurut Rahmat Hidayat, Juru Bicara Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air, sebagian besar komponen produksi berupa air. Padahal, produsen berpedoman pada undang-undang itu. Sedangkan dari sisi ekonomi, industri makanan dan minuman menyumbang sebesar 30 persen pendapatan bruto negara dan menyerap empat juta tenaga kerja.

"Dengan dibatalkannya undang-undang itu, pihak industri justru tidak punya landasan dalam pemanfaatan air. Sulit untuk mengembangkan usaha, dan investor bisa balik kanan (batal berinvestasi)," kata Rahmat.

"Kalau tidak segera ada undang-undang baru yang nantinya sebagai payung bagi pengusaha untuk menggerakkan industrinya, dipastikan akan banyak perusahaan yang tutup karena kesulitan mendapatkan bahan baku utama (air)," ujarnya.

Rahmat berpendapat, semenjak Undang-Undang tentang Sumber Daya Air dibatalkan, tidak ada ketenangan bagi pengusaha makanan dan minuman dalam menggerakkan usahanya. Namun setelah ada paket kebijakan ekonomi ada kelegaan bagi pengusaha makanan dan minuman untuk kembali berproduksi.

"Kita bersyukur pemerintah tanggap atas putusan MK yang membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang melindungi pengusaha untuk menjalankan produksinya," katanya.

Kementerian Pekerjaan Umum pun telah membuat surat edaran agar izin-izin yang diperoleh perusahaan untuk mengolah air tidak dibekukan. Pengusaha yang mencari izin baru tetap dilayani. Hal itu memberi angin segar bagi pengusaha untuk kepastian usahanya.

"Meski sudah dilindungi, pengusaha tetap membutuhkan payung hukum yang lebih kuat sebagai pengganti Undang-Undang Sumber Daya Air yang telah dibatalkan MK," katanya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya