Empat Prioritas Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia

Produksi Minyak Goreng
Sumber :
  • Antara/Zabur Karuru

VIVA.co.id - Bank Indonesia (BI) memandang, strategi kebijakan ekonomi perlu difokuskan pada prioritas kebijakan, untuk mencapai sasaran antara dan visi pembangunan ekonomi yang dituju.

Produk UKM Pedesaan Masih Kesulitan Promosi

Ada empat prioritas kebijakan yang patut ditempuh, untuk memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi nasional.

Pada Selasa 24 November 2015, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, empat kebijakan itu adalah kebijakan memperkuat ketahanan dan kemandirian energi, pangan, dan ketersediaan air, kebijakan industrialisasi di berbagai sektor, kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur fisik dan non fisik, serta kebijakan penguatan sektor keuangan.

BI Tak Akan Perlonggar Uang Muka Kredit Motor

"Kebijakan-kebijakan tersebut menjadi komitmen kami bersama, dan telah dilakukan dengan baik satu tahun ini. Tapi, sebagaimana disampaikan sebelumnya, ketidakpastian global yang tinggi menuntut kami untuk bergegas dan mempercepat berbagai kebijakan di keempat bidang ini," kata Agus dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Selasa 24 November 2015.

Prioritas kebijakan yang pertama adalah ketahanan dan kemandirian energi, pangan, dan ketersediaan air. Dari sisi kebijakan energi, BI merekomendasikan peningkatan energi primer dan peranan energi baru terbarukan, dalam kerangka bauran energi nasional.

Harapan BI dari Penerapan 7 Days Repo Rate

Dari sisi ketahanan pangan, kebijakan untuk membenahi tata niaga impor dan penyelesaian masalah distribusi bahan kebutuhan pokok diperlukan, untuk menjamin ketersediaan pasokan dan mencegah kesenjangan pasokan saat permintaan meningkat dan produksi terganggu.

"Terakhir, kebijakan memperkuat ketersediaan air bersih perlu memperoleh perhatian, karena akan berkaitan dengan pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan," jelasnya.

Prioritas kebijakan yang kedua adalah kebijakan industrialisasi. Kebijakan ini, kata Agus, tak hanya terbatas pada industri pengolahan, tapi juga sektor unggulan lainnya.

"Kami meyakini, kebijakan industrialisasi juga sudah menjadi agenda kerja pemerintah, baik penguatan industri hulu, seperti industri logam dasar dan industri kimia dasar, maupun hilirisasi sumber daya alam, melalui pemanfaatan keunggulan komparatif kita pada sumber daya alam yang melimpah," ujarnya.

Prioritas kebijakan yang ketiga adalah percepatan pembangunan infrastruktur fisik dan non fisik. Dalam pembangunan infrastruktur fisik, Agus mendukung upaya pemerintah membangun proyek-proyek seperti jalan tol, jalur kereta api, dan revitalisasi pelabuhan.

Pembangunan ini dipercaya berdampak pada penguatan konektivitas fisik, penurunan biaya logistik yang merata, dan peningkatan daya saing Indonesia.

"Di sisi infrastruktur non fisik, beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian adalah tentang komitmen kami bersama, untuk terus memperkuat berbagai modal dasar pembangunan, yang mencakup modal manusia, inovasi, dan teknologi, serta kelembagaan yang kuat," katanya.

Prioritas kebijakan yang terakhir adalah penguatan kebijakan di sektor keuangan. Kebijakan ini diarahkan untuk memperluas peran sektor keuangan pada pembiayaan ekonomi dan meningkatkan ketahanan sektor keuangan.

"Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan sektor keuangan. Dalam pandangan kami mencakup dua hal penting, yaitu kebijakan yang terkait dengan landasan hukum penanganan krisis di sektor keuangan dan kebijakan yang terkait dengan kelembagaan institusi keuangan," kata mantan Menteri Keuangan itu.

Agus mencontohkan, kebijakan yang terkait landasan hukum penanganan krisis keuangan adalah Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), yang mulai dibahas pemerintah dengan DPR.

"Sementara itu, kebijakan prioritas di sektor keuangan yang berkaitan dengan kelembagaan institusi keuangan, perlu dilaksanakan secara terkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, dan pemerintah," ujarnya.

Tujuannya, kata Agus, infrastruktur yang tersedia mampu berfungsi secara maksimal, untuk memastikan bahwa para pelaku memiliki modal yang cukup, likuiditas yang memadai, manajemen risiko yang sehat, efisiensi yang tinggi, dan mekanisme entry-exit yang jelas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya