Indikator Ekonomi yang Meleset di 2015

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id
Anggaran Banjir Minim, Belum Semua Sungai Dibenahi
- Kementerian Keuangan merilis beberapa realisasi indikator ekonomi makro pada tahun 2015. Dari tujuh indikator yang ditetapkan, hampir semua meleset dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Perubahan (APBN-P) 2015.

Menkeu Pangkas Postur Belanja APBN-P 2016
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Minggu 3 Januari 2016, mengatakan perkembangan ekonomi global di 2015 memang masih dalam fase perlambatan. Indonesia, kata dia, tidak dapat terlepas begitu saja dari pengaruh ekonomi global.

Menkeu Sri Mulyani Bakal Pangkas APBN
"Proyeksi pertumbuhan global terus mengalami penurunan. Namun, perekonomian Indonesia relatif berhasil berjalan melewati ketidakpastian ini. Walaupun menghadapi tekanan eksternal, kinerja ekonomi domestik masih lebih baik," ujar Bambang.

Pertumbuhan ekonomi pada 2015 diperkirakan mencapai 4,73 persen, atau lebih rendah dari asumsi pertumbuhan dalam APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen. Perkiraan ini berdasarkan pada realisasi pertumbuhan di kuartal III-2015 sebesar 4,71 persen secara year on year (yoy), dan pertumbuhan di kuartal IV yang diprediksi membaik dibandingkan kuartal sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh konsumsi rumah tangga dan percepatan pengeluaran pemerintah, utamanya di semester II-2015. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi sendiri ditopang oleh beberapa kebijakan untuk mempertahankan daya beli salah satunya peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Untuk tingkat inflasi, diperkirakan berada di kisaran 3,1 persen, lebih rendah dari asumsi inflasi yang dipatok dalam APBN-P 2015 sebesar 5 persen. Rendahnya laju inflasi ini disebabkan karena masih terjaganya pasokan barang kebutuhan pokok masyarakat, seiring dengan peningkatan produksi pangan dan jalur distribusi, ekspektasi inflasi menuruna, dan perubahan skema subsidi energi.

Sementara itu, realisasi rata-rata Suku Bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan mencapai 5,97 persen, atau sedikit di bawah asumsi dalam APBN-P 2015 sebesar 6,2 persen. Hal ini dipengaruhi terutama, karena masih tingginya permintaan surat berharga negara, meskipun likuiditas global masih relatif ketat.



Realisasi rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2015, mencapai Rp13.392 per dolar Amerika Serikat, atau mengalami pelemahan dibandingkan asumsi di APBN-P 2015 sebesar Rp12.500 per dolar AS. Terdepresiasinya nilai tukar dipengaruhi beberapa faktor. Baik itu faktor internal, maupun faktor eksternal.

Dari faktor internal, permintaan valuta asing untuk pembayaran utang dan dividen pada akhirnya membuat rupiah terdepresiasi. Sedangkan untuk faktor eksternal yang memengaruhi rupiah, adalah kenaikan tingkat suku bunga acuan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) dan depresiasi mata uang Tiongkok, Yuan.

Realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia di 2015 mencapai U$50 per barel, atau lebih rendah dari asumsi APBN-P 2015 sebesar U$60 barel. Permintaan global, serta tingginya pasokan minyak dunia turut memberikan andil tersendiri terhadap lebih rendahnya harga minyak mentah tersebut.

Sementara itu, untuk realisasi rata-rata lifting minyak mentah dan gas Indonesia dalam periode Desember 2014 sampai dengan November 2015, mencapai 779 ribu barel per hari, atau di bawah target dalam APBN-P 2015 sebesar 825 ribu barel per hari. Lifting gas mencapai 1.195 ribu barel, atau masih di bawah target APBN-P 2015 sebesar Rp1.221 ribu barel.

Untuk mempercepat perkembangan ekonomi global terkini, pemerintah pun memandang penting kebijakan jangka pendek untuk mendorong perekonomian. Karena itu, delapan paket kebijakan yang telah diluncurkan memiliki dua tujuan utama. Pertama untuk meningkatkan daya beli, dan kedua, meningkatkan investasi. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya