Strategi Pertamina Jualan Elpiji Tabung Pink

Bright Gas 5,5 Kg
Sumber :

VIVA.co.id – PT Pertamina akan memacu penjualan tabung Bright Gas 5,5 kg atau tabung pink, untuk meningkatkan volume penjualan Liquified Petroleum Gas (LPG). Sejak diluncurkan pertama kali pada Oktober 2015, hingga saat ini tabung Bright Gas 5,5 kg telah terjual sebanyak lebih dari 100 ribu tabung.

Dalam Tiga Bulan, Serapan Produk UMKM di Pertamina Capai Rp3,5 Miliar

"Kami harapkan dalam jangka tiga bulan ke depan, kami dapat menjual 200 ribu tabung lebih, sehingga dapat mendukung pencapaian laba yang ditargetkan perseroan," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 13 Mei 2016. 

Pertamina yang sebelumnya merugi dari bisnis elpiji hingga Rp4 triliun per tahun, terutama akibat menjual elpiji 12 kg di bawah harga keekonomian, mulai mencatat laba sejak September 2015. Hal ini seiring penyesuaian harga yang dilakukan bertahap hingga sesuai keekonomian sejak tahun lalu.  

X-Trail Baru Dijual Rp370 Jutaan, dan Perusahaan Amerika Mau Investasi

Namun, penyesuaian harga elpiji 12 kg juga berdampak pada beralihnya sebagian konsumen ke elpiji tabung 3 kg. Sebab, gap antara harga elpiji tabung melon dan elpiji tabung biru itu hampir Rp7.000 per kg.

Wianda mengatakan, jika pada Januari 2014, penjualan Elpiji 12 kg masih mencapai 76 ton per bulan, pada April 2015 turun menjadi 46 ton per bulan dan tinggal 42 ton per bulan pada Desember 2015.

Ahok: Kalau Saya Dirut Pertamina, Kadrun Demo Mau Bikin Gaduh

"Karena itu, kami lahirkan Bright Gas kemasan 5,5 kg yang tujuannya adalah mengisi gap konsumen antara yang 3 kg dan 12 kg. Dengan begitu, kami masuk di tengah-tengah, agar konsumen 12 kg itu tidak langsung ke 3 kg, tetapi ada produk penyangga," ungkap dia.

Menurut Wianda, ada swing user yang sebetulnya bisa kembali ke elpiji non-PSO. Pertamina mencatat yang benar-benar menggunakan 12 kg hanya sekitar 29 persen dari pengguna elpiji. Sementara itu, pengguna elpiji tiga kg atau betul-betul beralih ke tabung melon itu ada kurang lebih 11 persen.

“Artinya, ada 53 persen yang mereka sebetulnya masih tetap memegang tabung elpiji 12 kg, tetapi kadang mereka juga membeli 3 kg. Ini yang disebut swing user, potensinya sangat besar,” kata dia.
 
Selain itu, Wianda melanjutkan, ada potensi dari pengguna dengan kebutuhan sedikit atau low usability customer.  Di mana saat kenaikan harga pada 2014 dan 2015, yang menjadikan tabung 12 kg sebagai cadangan semakin banyak dari 23 persen menjadi 37 persen.

“Itulah yang menjadi target pasar kita dan bagaimana merebut kembali mereka balik ke LPG non subsidi,” katanya.  

Sebetulnya, konsumen bisa mendapatkan elpiji dengan harga terjangkau, yang satuan per kilogramnya juga lebih murah. Dengan kemasan yang lebih kecil, konsumen tentu akan mengeluarkan sedikit uang dibanding kemasan 12 kg yang harus ditebus seharga Rp150 ribu. Sementara itu, dengan kemasan 5,5 kg, konsumen hanya perlu mengeluarkan uang kurang dari Rp60 ribu.

Dia mengatakan, di bisnis elpiji, tantangan terbesar adalah disparitas harga subsidi yang sangat besar kurang lebih 70 persen. Selain itu, konsumennya harus memiliki tabung terlebih dahulu jika ingin pindah ke nonsubsidi.

"Karena itu, kami masuk dengan strategi trade in atau tukar tabung subsidi yang 3 kg ke nonsubsidi," tuturnya.  

Anggota Komisi VII DPR, Hari Purnomo mengatakan, tumbuhnya ekonomi meski tidak signifikan pada tahun ini akan ikut mendorong penjualan elpiji Pertamina. Sebab, kebutuhan energi masyarakat seiring waktu akan terus tumbuh, makin lama pemakaiannya makin tinggi. 
 
"Jadi, bukan semata-mata keberhasilan Pertamina menjual LPG, tapi pasarnya juga meningkat. Sama saja seperti bahan makanan bahan pokok setiap tahun meningkat," kata Hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya