DPR Sebut PP Penyertaan Modal Negara Langgar Konstitusi

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon.
Sumber :
  • ANTARA/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, mendapat banyak kecaman dari sejumlah pihak.

Jokowi Marah hingga Ancaman Reshuffle, Salah Siapa?

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon bahkan menilai, PP Nomor 72/2016, yang merupakan perubahan dari PP Nomor 44/2015 itu sangat berbahaya, karena dianggap dapat mempermudah aset BUMN untuk dijual kepada pihak swasta.

Sebab, dalam pasal 2A dari PP 72/2016 itu, secara garis besar menyebut bahwa tata cara peralihan aset-aset BUMN ke BUMN lain, atau swasta, dapat dilakukan bila terjadi penggabungan beberapa BUMN ke dalam satu holding BUMN.

Jokowi Marah, Fadli Tanya yang Salah Menteri atau Presiden?

"PP No. 72/2016 itu melonggarkan tata cara PMN (penyertaan modal negara) dan pengalihan kekayaan negara pada BUMN, dengan tanpa harus melalui persetujuan DPR. Ini jelas bermasalah," kata Fadli dalam acara diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 6 Februari 2017.

Fadli juga mengatakan, minimnya sumbangan BUMN pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sedangkan PMN kepada BUMN-BUMN yang ada kini nilainya mencapai sekitar Rp80 triliun, merupakan sebuah bentuk penggerogotan kepada kas negara.

Jokowi Marah ke Menterinya, Fadli Zon: Bohongan Apa Serius?

Apalagi, dengan adanya PP No. 72/2016 akan membuat BUMN menjadi seperti perusahaan-perusahaan pada umumnya, yang hanya berorientasi pada profit semata.

"Beberapa tahun lalu, sumbangan BUMN hanya tiga persen kepada APBN. Sementara itu, sekarang malah tidak ada sumbangan sama sekali. BUMN kan, seharusnya menguntungkan negara, tetapi ini malah menggerogoti APBN saja. BUMN itu jadi seperti perusahaan-perusahaan lainnya sekarang," kata Fadli.

Karenanya, Fadli menilai, PP tersebut merupakan pelanggaran serius di dalam konstitusi. Karena, menurutnya, hal-hal yang berkaitan dengan masalah keuangan dan kekayaan negara, merupakan objek APBN yang pembahasannya sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23 harus dibahas, serta disetujui DPR.

"Sebagai objek APBN, maka setiap bentuk pengambilalihan, atau perubahan status kepemilikan saham yang termasuk kekayaan negara dalam BUMN, haruslah sepengetahuan dan mendapatkan persetujuan DPR. Itu juga merupakan ketentuan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya