BI Yakin RI Bukan Incaran Utama Perintah Eksekutif Trump

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • VivaNews/ Nur Farida

VIVA.co.id – Indonesia ditegaskan bukanlah negara yang diincar dari dua perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. RI juga dinilai tidak harus bertanggung jawab atas meningkatnya defisit neraca perdagangan Negeri Paman Sam tersebut. 

Sri Mulyani Buka Suara soal Program Makan Siang Gratis, Defisit Anggaran 2025 Naik

Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan BI, Nanang Hendarsyah, menilai, hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS tidak seperti negara-negara kawasan. Sehingga, tidak akan ada dampak yang signifkan atas rencana Trump tersebut.

“Indonesia bukan target utama dari kebijakan Trump. Karena struktur perdagangan kita tidak berhubungan langsung ke sana,” jelas Nanang di Jakarta, Kamis 6 April 2017.

Terpopuler: Aksi Heroik Bripda Novandro, Permohonan Maaf Senator Bali

Berdasarkan data Biro Statistik Perdagangan AS, defisit neraca perdagangan AS dengan Indonesia terus meningkat. Pada 2013, defisit mencapai US$9,7 miliar. Kemudian pada 2014, menjadi US$11,1 miliar,  2015 sebesar US$12,4 miliar, dan 2016 sebesar US$13,1 miliar.

Indonesia pun tidak masuk kategori yang dituduh Presiden dari Partai Republik tersebut. Sebab, negara yang masuk ketegori merugikan, adalah negara yang memiliki surplus lebih dari US$20 miliar dengan AS. 

Sri Mulyani Umumkan APBN 2023 Defisit Rp 347,6 Triliun

“Mungkin yang terkena, seperti Vietnam dan Taiwan yang bisa jadi dicap sebagai negara currency manipulation. Jadi hemat saya, dampaknya tidak signifikan,” katanya.

Sebagai informasi, ada dua indikator lainnya yang digunakan AS dalam menentukan, mana saja negara-negara yang dianggap sudah merugikan AS. Mulai dari transaksi berjalan di tiap negara yang mencetak surplus karena imbas dari neraca jasa positif, dan negara yang melakukan intervensi kurs mata uang yang terus menerus. (one)

Airlangga mengatakan dirinya akan nonton bareng (nobar) penghitungan quick count yang akan digelar siang nanti bersama dengan Prabowo Subianto Capres Nomor Urut 02.

Defisit APBN 2024 Diperlebar Jadi 2,8 Persen Gegara Subsidi Pupuk hingga BLT

Pemerintah memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 menjadi maksimal 2,8 persen dari sebelumnya 2,29 persen.

img_title
VIVA.co.id
26 Februari 2024