Bappenas Ungkap Empat Faktor Pemicu Ketimpangan di Indonesia

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Sumber :
  • Dok. Bappenas

VIVA.co.id – Pemerintah saat ini fokus mengurangi tingkat ketimpangan masyarakat, baik dari antarkelompok pendapatan maupun antarwilayah. Upaya ini pun tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Kebutuhan Green Job 2030 Diproyeksikan Capai 4,4 Juta, Prakerja Siapkan Pelatihan Green Skills

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan, dengan upaya tersebut tingkat kemiskinan dapat turun hingga 7-8 persen pada 2019 dari angka baseline 11,22 persen pada 2015.

Selain itu, dengan sejumlah upaya yang tertuang dalam RPJMN diharapkan angka ketimpangan atau gini ratio dapat turun dari 0,408 pada 2015 menjadi di kisaran 0,360 pada akhir pelaksanaan RPJMN tersebut.

Bappenas Bocorkan Asumsi Makro APBN 2025, Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5,6 Persen

Adapun empat faktor utama yang mendorong ketimpangan pada generasi sekarang dan masa depan, menurut Bambang, pertama adalah ketimpangan peluang sejak awal kehidupan yang memengaruhi kualitas sumber daya manusia.

Kedua, adalah ketimpangan yang disebabkan oleh pekerjaan yang tidak merata sehingga pendapatan pun berbeda. Ketiga, kekayaan yang terkonsentrasi pada sekelompok orang dan keempat ketahanan ekonomi yang rendah.

Bappenas Ajak Seluruh Lapisan Masyarakat Aktif Dorong Kebijakan Sadar Risiko

"Untuk itu, kepemilikan aset dapat menjadi faktor penentu mengurangi ketimpangan. Sebab, tanpa aset produktif masyarakat ekonomi terbawah tidak dapat keluar dari kemiskinan ," ujar Bambang dalam keterangannya, Kamis 10 Agustus 2017.

Bambang mengungkapkan, tanpa aset memadai, keluarga yang rentan tidak dapat berinvestasi yang cukup untuk masa dengan anak-anak mereka. Hal ini akan berulang terus dalam suatu siklus dan menjadi lingkaran setan atau vicious circle.

Perlu diketahui, ketimpangan di Indonesia cenderung mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Gini ratio untuk Maret 2017 menjadi 0,393 atau turun dari 0,408 pada 2015. Penurunan terjadi karena adanya pengurangan proporsi konsumsi per kapita pada desil paling atas. 

Sementara itu, kelompok menengah dan terbawah mengalami kenaikan. Pertumbuhan pengeluaran per kapita penduduk antarpulau, kata Bambang, didominasi Pulau Jawa. Selanjutnya, wilayah Timur Indonesia, hanya segelintir penduduk yang laju pertumbuhan pengeluaran di atas rata-rata wilayahnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya