Tol Laut Tidak Efektif Tekan Harga Pangan, Ini Penjelasannya

Ilustrasi tol laut.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Tudji Martudji

VIVA.co.id – Program tol laut yang menjadi salah satu unggulan pemerintah dalam menekan harga pangan, terutama kebutuhan pokok, hingga saat ini belum berjalan efektif. Padahal, program tersebut dilakukan sejak 2015. 

Ditanya Nelayan soal Program Tol Laut Jokowi, Anies Baswedan Jawab Itu Proyek Gagal

Dikutip dari situs resmi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (hargapangan.id), sejumlah harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, cabai merah, daging ayam, dan daging sapi di provinsi yang menjadi rute tol laut, harganya justru mengalami kenaikan.

Misalnya saja di Lirung Sulawesi Utara, daging ayam pada 14 Agustus 2017, harganya Rp32.900 per ekor, lebih mahal dibandingkan 14 Agustus 2016 (years on years/yoy) yang Rp30 ribu per ekor. Begitu pun cabai rawit dari Rp26.250 harganya naik menjadi Rp 54.750 pada periode yang sama. Hal serupa juga dialami oleh komoditas pangan pokok lainnya.

Perpendek Waktu Tempuh Kapal ke NTT, Kemenhub Buka Rute Trayek Hub-Spoke Tol Laut

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Zaldy Masita berpendapat, dari data yang ada di lapangan, terlihat sekali bahwa program tol laut yang dicanangkan pemerintah jauh dari memuaskan. Padahal, anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi program ini sangat besar, pada tahun ini subsidinya mencapai untuk Rp380 miliar.

"Karena tol laut hanya mengandalkan subsidi untuk menurunkan biaya angkut. Pendekatan seperti ini tidak sustain karena ketika subsidi dicabut maka harga akan naik lagi. Saat ini, saja harganya tetap naik," ujar Zaldi dikutip dari keterangannya, Selasa 22 Agustus 2017. 

Pagu Anggaran Kemenhub 2024 Tambah Rp 400 Miliar Jadi Rp 38,47 Triliun

Zaldy menyarankan, sebaiknya anggaran subsidi tol laut dialihkan untuk memperbaiki fasilitas pelabuhan di daerah yang menjadi rute tol laut. Agar, bongkar muat kapal menjadi cepat sehingga biaya pelabuhan bisa turun. 

Saat ini, menurutnya, anggaran subsidi hanya dinikmati oleh beberapa perusahaan pelayaran yang mendapatkan proyek tol laut.

Lebih lanjut, dia mengatakan, dengan dibangunnya fasilitas pelabuhan di daerah terpencil, juga akan berdampak pada ekonomi di daerah tersebut dan dinikmati oleh banyak pihak, terutama masyarakat.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Sarana dan Prasarana Perhubungan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Asmari Herry Prayitno mengatakan, sejatinya tol laut memang tidak berkorelasi langsung dengan harga barang. 

Sebab, program itu hanya untuk mempermudah atau memperlancar distribusi barang. Setelah barang sampai dipelabuhan, yang menentukan adalah harga pasar. Karena itu, pemerintah perlu membuat aturan mengenai harga barang atau pangan. 

“Perlu ada regulasi mengenai keuntungan yang wajar, harga barang yang wajar, atau keuntungan yang wajar. Kalau tidak ada maka ada spekulasi di situ,” katanya.

Sementara itu, implementasinya, sebaiknya disinergikan kepada swasta, terutama tol laut yang rutenya komersil. Sehingga, tidak ada duplikasi rute dan mengganggu operator pelayaran yang sudah ada.

“Sehingga, uangnya pemerintah jadi terbuang, padahal bisa digunakan untuk rute yang lain, terutama rute-rute perintis, atau dipakai untuk menurunkan harga barang setelah sampai di pelabuhan,” kata Herry.

Rute tol laut, menurutnya, juga harus fleksibel. Misalnya, rute T1 jika bisa dilewati melalui rute komersil maka bisa disambung dan disinergikan dengan swasta. Sinergi seperti itu yang pada akhirnya bisa membuat program ini lebih efektif.  

"Nanti swasta yang kombinasikan dengan rute yang ada. Kalau rutenya ditentukan dan kapalnya ditentukan seperti saat ini, maka itu akan menjadi lebih mahal,” katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya