Pemerintah Berutang untuk Pembangunan, Seberapa Aman?

Ilustrasi-aktivitas proyek pembangunan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto

VIVA.co.id – Defisit keseimbangan primer dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 sebesar Rp78,9 triliun. Angka tersebut masih mengindikasikan bahwa pemerintah tahun depan masih gali lubang tutup lubang, karena masih harus berutang untuk membayar bunga utang di masa lalu.

Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp 72 Triliun hingga 15 Maret 2024

“Keseimbangan primer masih negatif, artinya kita masih menerbitkan utang, untuk bayar utang,” kata anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Mukhammad Misbakhun, Jakarta, Sabtu 26 Agustus 2017.

Misbakhun menilai, utang pemerintah yang terus meningkat di era pemerintahan Presiden Joko Widodo memang tak lepas dari gelontoran belanja yang ekspansif untuk pembangunan infrastruktur. Sementara itu, di sisi lain, penerimaan pajak tidak mampu teroptimalisasi dengan baik dalam beberapa tahun terakhir.

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.253 Triliun, Naik Rp 108,4 Triliun di Januari 2024

“Utang tidak jadi masalah, selama ini dipakai untuk hal produktif. Tapi, ini jadi gali lubang tutup lubang. Belum mampu atasi masalah,” katanya.

Dalam kesempatan berbeda, ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Reza Akbar, menilai, rasio penerimaan pajak secara rata-rata dalam lima tahun terakhir hanya tumbuh 8,54 persen. Sementara itu, pembiayaan bunga utang, melonjak lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penerimaan pajak, hingga 16,38 persen.

Naik Lagi! Utang Pemerintah Capai Rp 8.144,69 Triliun di Akhir 2023

“Apakah ini produktif? Kalau tidak dimitigasi dengan baik, ini mengkhawatirkan. Bayi baru lahir, sudah menanggung utang. Memang dengan fiskal yang ekspansif, mau tidak mau utang membesar,” ujarnya.

Menurut Reza, pintu bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengumpulkan penerimaan sudah terbuka lebar. Selain dari program amnesti pajak, dokumen kelengkapan keikutsertaan Indonesia dalam era keterbukaan informasi yang disahkan parlemen pun, diharapkan menjadi meningkatkan basis pajak.

Hal ini pun diharapkan semakin menekan utang yang saat ini mencapai Rp3.779,98 triliun. Jumlahnya naik Rp73,46 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar Rp3.706,52 triliun.

Utang Masih Aman

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Arif Budimanta memastikan, utang pemerintah terhadap produk domestik bruto masih relatif aman. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara kawasan, rasio utang Indonesia masih lebih rendah.

Saat ini, rasio utang Indonesia mencapai 27-28 persen terhadap produk domestik bruto. Sementara itu, negara-negara seperti Malaysia dan Thailand lebih dari 30 persen, dan rasio utang Jepang justru mencapai 200 persen.

“Tidak perlu khawatir. Dibandingkan dengan Malaysia, rasio utang kita masih lebih baik,” tutur Arif dalam kesempatan yang sama.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya