Cukai Rokok Naik, Produksi Bisa Berkurang

Bea Cukai Makassar Amankan 15 Juta Batang Rokok Ilegal
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA – Tarif cukai rokok naik menjadi rata-rata 10,04 persen pada awal 2018. Menurut Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia, atau GAPPRI, kenaikan cukai rokok tersebut akan membuat produksi rokok menurun pada tahun depan.

Rokok Ilegal Makin Marak, Kenaikan Cukai Dinilai Tak Efektif Kendalikan Konsumsi

"Di 2018, produksinya akan turun dua sampai tiga persen. Ini, karena dampaknya (kenaikan cukai) ke industri. Kalau sekarang produksi bisa 342 miliar batang, maka nanti akan jadi 335,6 miliar batang," kata Ketua Umum GAPPRI, Ismanu Soemiran, dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Selasa 24 Oktober 2017.

Ia menjelaskan, penurunan produksi tahun depan diprediksi, karena kurangnya daya beli masyarakat terhadap harga rokok yang bakal naik lantaran harga cukai yang juga naik. Hal ini sesuai dengan tren kenaikan harga cukai rokok yang dalam lima tahun terakhir naik rata-rata 11 persen.

5 Aturan Baru Ini Mulai Berlaku di Indonesia pada Januari 2024

"Kalau dari GAPPRI, memang situasi pasar sekarang tidak bersahabat. Sampai hari ini, produksi baru sekitar 70 persen. Sehingga, kalau kemarin di 2016 itu 342 miliar. Ini, kalau bisa sama saja, bagus. Tetapi, kami pesimis," ujarnya.

Sementara itu, Sekjen GAPPRI, Hasan Aony Aziz menambahkan, target pemerintah menaikkan penerimaan negara dari cukai rokok tak melulu bisa berhasil hanya dengan menaikkan tarif cukai. Hal tersebut terbukti, dengan realisasi pemesanan pita cukai yang terus menurun setiap tahun. Sedangkan di saat yang sama, pemerintah justru menaikkan harga cukai rokok untuk menggenjot penerimaan.

Pajak Rokok Elektrik Resmi Berlaku 1 Januari 2024, Kemenkeu: Demi Keadilan

"Produksi rokok berdasarkan pemesanan pita cukai, sampai September 2017, mencapai 237 miliar batang. Artinya, dengan target 342 miliar batang, posisi sekarang baru tercapai 69,29 persen. Dan, ini kinerjanya menurun setiap tahun," ucapnya.

Dari data yang ia paparkan, produksi rokok setiap tahunnya, dalam lima tahun terakhir, fluktuatif. Pada 2012, produksi rokok mencapai 325,76 miliar. Pada 2013, produksi rokok meningkat mencapai 345,89 miliar. Sementara itu, pada 2014, produksi rokok menurun menjadi 344,52 miliar.

Pada 2015, produksi rokok kembali naik menjadi 348,12 miliar. Namun, pada 2016, kembali menurun menjadi 342 miliar.

Keberatan kenaikan cukai

Meski secara tidak langsung menolak kebijakan kenaikan cukai rokok pada 2018, secara tersirat GAPPRI merasa keberatan dengan angka kenaikan cukai tersebut.

"Kita keberatan kalau kenaikan cukai 10,04 persen, tetapi kalau ada kenaikan kita mengikuti. Sebab, kami tidak bisa melakukan hal-hal frontal dengan pemerintah," ujar Ismanu.

Meskipun merasa keberatan, tidak banyak yang dapat GAPPRI lakukan. Sebab, sebagai asosiasi, GAPPRI diikat dengan besaran peraturan. Sehingga, tidak boleh ceroboh dan sebagai mitra dari pemerintah.

"Agar, industri ini mampu untuk eksis dengan mendudukkan posisi sebagai mestinya. Kalau tidak ada rokok akan ada pelarian ke rokok ilegal dan jenis vape," katanya.

Ia pun menambahkan, meski terjadi kenaikan cukai, pemerintah tidak akan menyamakan kenaikan cukai jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan) dengan SKM (Sigaret Kretek Mesin).

Sebab, lanjut Ismanu, industri rokok jenis SKT itu padat karya. Sehingga, kalau dinaikkan cukainya sama dengan SKM, maka akan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK).

"SKT dan SKM inilah yang harus dipahami. Kenaikan SKT di bawah SKM, karena pemerintah melindungi tenaga kerja. Hanya saja, perlu ditumbuhkan daya beli sehingga tidak berkurang," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya