Cara Menko Darmin Cegah Mesin Ekonomi RI Kepanasan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.
Sumber :
  • Chandra Gian Asmara/VIVA.co.id

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, pemerintah tak mau pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun justru terjadi overheating. Hal itu pernah terjadi pada perekonomian di era orde baru.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

"Ekonomi pemerintahan orde baru itu ditandai oleh pertumbuhan tinggi tapi sebentar-sebentar overheating. APBN kalau overheating, proyek-proyek itu mulai dipangkas supaya mesinnya dingin," ujar Darmin di Hotel Borobudur Jakarta, Senin 11 Desember 2017.

Overheating yang dia maksud adalah ekonomi yang tumbuh tinggi, namun juga diiringi dengan pertumbuhan impor yang lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi. "Maka ini yang terjadi adalah defisit transaksi berjalan," ujar dia.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Bertolak dari pengalaman di zaman orde baru itu, Darmin mengatakan pemerintah telah mengidentifikasi apa saja yang menjadi tantangan, agar nantinya Indonesia tidak terlalu rentan dengan pertumbuhan impor yang terlalu tinggi.

"Supaya nanti kita tidak terlalu rentan terhadap kenaikan impor kalau pertumbuhannya naik," ujar Mantan Gubernur Bank Indonesia itu

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Maksimal 5,5 Persen

Untuk itu, Dia pun membeberkan ada tiga kelompok industri yang diidentifikasi pemerintah untuk perlu diperhatikan. Pertama, adalah golongan industri dasar yakni industri baja yang tentunya dibutuhkan oleh semua sektor.

"Itu sebabnya kemudian pemerintah mencoba mendorong supaya krakatau steel itu dipasangkan dengan perusahaan besar dari Korea, Supaya dia bisa menjawab kebutuhan akan hasil-hasil besi dan baja," kata dia.

Lalu yang kedua, adalah industri Petrokimia, yang sampai ke produk hilir yakni ada pipa, polyester, farmasi dan seterusnya. Atas hal ini, Darmin mengatakan pemerintah berjuang keras mendorong investor untuk bisa berinvestasi di sektor hulu.  

"Itu sebabnya pemerintah berjuang keras agar investor masuk di Tuban dan Cilacap. Rosneft di Tuban di Cilacap yang masuk adalah Saudi Aramco, memang belum keluar hasilnya tapi prosesnya berjalan," terang Darmin.

Sedangkan yang ketiga, sambungnya, adalah industri Basic Chemical, yang sebagian besar hasilnya adalah produk-produk farmasi. Pemerintah pun mendorong lebih banyak pemain hulu di sektor industri ini.

"Kenapa begitu? karena kita mengeluarkan uang banyak sekali untuk BPJS (Kesehatan). Kebijakan di bidang ini adalah di hulu-nya. Kita lihat ini perlu banyak pemain, tidak bisa seperti kilang yang cuma ada 2-3 pemain. Di farmasi itu di hulu kita buka 100 persen bisa asing. Supaya hilir lebih murah, karena kita bisa di hilir, bisa BUMN maupun swasta," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya