- VIVA.co.id/M Ali Wafa
VIVA – Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia ditengarai tidak kencang akibat masih diandalkannya sumber daya alam sebagai komoditas ekspor utama Indonesia. Sebelumnya, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla sempat mengeluhkan hal itu saat membuka perdagangan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa pagi, 2 Januari 2017.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, diandalkannya sumber daya alam membuat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia kalah, jika dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang sudah lebih mengedepankan hasil industri sebagai komoditas ekspor mereka.
"Kita ekspornya masih didominasi hasil sumber daya alam, maka dia tidak terlalu cepat (mendorong laju pertumbuhan ekonomi) dibanding negara yang sektor industrinya cukup berperan untuk mengekspor," ujar Darmin di BEI, Jakarta.
Darmin mengatakan, pemanfaatan sektor industri untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi di Malaysia dan Singapura membuat kedua negara berhasil mengambil momentum saat perekonomian global menunjukkan perbaikan pada tahun lalu.
Sementara, komoditas sumber daya alam yang menjadi andalan ekspor Indonesia tidak mampu memberi kontribusi yang sama untuk Indonesia. "Pada 2017, memang ekonomi beberapa negara yang tadinya rendah, mulai meningkat, seperti Malaysia, Singapura. Sehingga Pak Wapres menjadi mempertanyakan, kok kita belum?" ujar Darmin.
Darmin menambahkan, sektor industri memang memiliki potensi besar mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sendiri sebenarnya telah memiliki niat menggenjot pemanfaatan sektor itu pada 2014 meski terhambat oleh gejolak ekonomi dunia saat itu.
Saat ini, pemerintah berniat melakukan hal yang sama dengan berkoordinasi bersama para pelaku industri untuk meningkatkan hasil produksi mereka. "Kalau (sektor industri) hanya bertahan pada (produksi) kebutuhan dalam negeri, pertumbuhannya tidak akan besar. Kita harus mengekspor," ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, JK mengeluhkan laju pertumbuhan ekonomi yang tidak kencang meski indikator-indikator perekonomian membaik. JK sempat menengarai keberadaan anomali atau penghitungan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang tidak akurat sebagai penyebabnya.
"Kita bertanya apa masalahnya? Masalah anomali kah, atau masalah pencatatan?" ujar JK. (mus)