Ketua Komisi IV DPR: Impor Beras Mengkhianati Petani

Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo
Sumber :

VIVA – Dewan Perwakilan Rakyat memprotes kebijakan pemerintah yang mengimpor beras 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand. Kebijakan itu dianggap mengkhianati petani, meski pemerintah menggunakan alasan klasik untuk mengamankan pangan serta menjaga stabilitas harga beras di pasaran.

Seribu Ton Beras Impor Masuk Pulau Sumbawa, Anggota DPR: Mencekik Petani

Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo, mengaku menemukan sejumlah kejanggalan atas kebijakan impor beras itu. Pertama, pemerintah tiba-tiba mengimpor beras saat kondisi pangan nasional sedang stabil.

Menteri Pertanian, katanya, pernah bilang tidak akan mengimpor beras sekurang-kurangnya hingga pertengahan 2018, karena produksinya mencukupi. Pemerintah juga memiliki serapan beras 8-9 ribu ton per hari. Bahkan di beberapa daerah mengalami surplus beras.

Faisal Basri di Sidang MK: Beras Kurangnya 600 Ribu Ton Tapi Impornya 3 Juta

"Impor beras adalah bentuk mengkhianati petani kita sendiri," kata Edhy melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA pada Sabtu, 13 Januari 2018.

Alasan kedua ialah beberapa waktu lalu pemerintah berani tidak mengimpor beras meski kemarau panjang melanda. Tapi sekarang, saat iklim normal, pemerintah malah mengimpor beras besar-besaran.

Impor Beras RI Januari-Februari Tembus 881 Ribu Ton, Paling Banyak dari Thailand

Anggaran pemerintah sekarang untuk sektor pertanian yang jauh lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya menjadi alasan ketiga. Seharusnya, kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, pemerintah punya kemampuan menjaga ketersediaan pangan tanpa melakukan impor.

"Menurut saya, penambahan anggaran tidak mengubah hasil pencapaian karena masih melakukan impor beras," ujarnya.

Keempat, kejanggalan tentang lembaga yang ditunjuk untuk mengimpor beras itu: lazimnya diurus Badan Urusan Logistik (Bulog) tetapi sekarang dipercayakan kepada BUMN bernama Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Padahal, menurut Edhy, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018, persoalan seperti itu menjadi kewenangan Bulog. "Apakah PPI memiliki infrastruktur yang lebih memadai dari Bulog; apakah PPI lebih mengerti persoalan beras daripada Bulog; atau ada kepentingan lain di balik semua ini?"

Alasan kelima ialah janji Joko Widodo saat kampanye Pemilu Presiden tahun 2014 yang akan mewujudkan swasembada pangan. Edhy mengutip pernyataan Jokowi kala itu, "Lahan sawah begitu luas, kok, beras masih impor?"

"Namun, Edhy berpendapat, "sudah tiga tahun lebih menjabat, wacana itu tidak kunjung terbukti. Padahal anggaran yang dialokasikan untuk pertanian hampir dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya."

"Kita berhak menagih janji mereka untuk mewujudkan swasembada pangan demi memakmurkan petani kita dan mewujudkan kedaulatan pangan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya