Di Tengah Proses PK, Saudi Malah Pancung TKI Zaini

Migrant Care konferensi pers soal hukuman pancung TKI Zaini
Sumber :
  • VIVA/Fajar Ginanjar Mukti

VIVA – Pemerintah Arab Saudi memancung TKI bernama Muhammad Zaini Misrin di tengah proses hukum Peninjauan Kembali alias PK yang dilakukan pemerintah Indonesia atas vonis hukuman mati terhadap Zaini.

Lowongan Masinis Perempuan di Saudi Dibanjiri 28 Ribu Pelamar

Menurut aktivis Migrant CARE, Anis Hidayah, hal itu menunjukkan negara yang sudah beberapa kali menghukum mati TKI itu memang tidak menghormati proses hukum dalam mengeksekusi WNI.

"Artinya sebenarnya, eksekusi ini juga maljudicial. Dalam proses hukum yang masih berlangsung di mana PK masih diajukan oleh pemerintah Indonesia, eksekusi itu dilakukan," ujar Anis dalam konferensi pers di Kantor Migrant CARE, Jakarta Timur, Senin, 19 Maret 2018.

Sosok Kriangkrai, PRT Sebabkan Sejarah Berdarah Thailand-Arab Saudi

Eksekusi Zaini dilakukan Minggu dini hari waktu setempat, 18 Maret 2018. Anis menyampaikan, PK diajukan pemerintah Indonesia pada 6 Maret 2018 usai berkonsultasi dengan pihak Arab Saudi.

"Melalui Kemenlu Saudi, mereka (pemerintah Saudi) memberi acknowledgement, bahwa itu dimungkinkan," ujar Anis.

Arab Saudi-Thailand Berselisih 30 Tahun karena PRT Pangeran

Anis menyampaikan, PK diajukan karena pemerintah Indonesia mendapat novum atau bukti baru bahwa Zaini tidak melakukan pembunuhan seperti yang dituduhkan. Adapun novum itu adalah fakta baru bahwa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Zaini berbeda dengan apa yang ia sampaikan secara lisan. 

Pemerintah lantas bermaksud menunjukkan novum itu di pengadilan PK dengan menghadirkan salah satu penerjemah yang bernama Abdul Azis yang tidak mau menandatangani BAP karena mendapat kesaksian yang berbeda dari Zaini.

"Penerjemah ini tadinya akan memberikan kesaksian dalam proses PK," ujar Anis.

Menurut Anis, hingga dijatuhi vonis mati pada 2008, Zaini juga sama sekali tak diberi akses untuk memperoleh pendampingan hukum dari pemerintah Indonesia. Hal itu selanjutnya menyebabkan pemerintah tidak bisa mengetahui secara pasti kebenaran peristiwa terjadi.

"Jangankan ada pendampingan pengacara, KJRI saja tidak tahu sama sekali (kasus Zaini)," ujar Anis. (mus)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya