Jerman Belajar 'Cara Halus' Indonesia Perangi Terorisme

Kunjungan Wakil Presiden Badan Antiteror Jerman, Michael Kretschmer, ke Pondok Pesantren Al Hidayah, Sumatera Utara.
Sumber :
  • Dokumentasi BNPT

VIVA – Model pendekatan lunak (soft approach) Indonesia dalam penanggulangan terorisme, seperti yang dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kembali mendapat apresiasi dari masyarakat internasional. Kali ini dari Jerman.

Bantu Perangi Terorisme di Afrika, Adakah Niat Terselubung Amerika?

Ini dibuktikan dengan kunjungan Wakil Presiden Bundeskriminalamt (BKA) atau Badan Antiteror Jerman Michael Kretschmer ke Pondok Pesantren Al Hidayah, Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), pada Rabu 11 Juli 2018. Pondok pesantren ini diasuh mantan teroris Khairul Ghazali dan sebagian besar santrinya adalah anak-anak mantan teroris.

Kretschmer memberikan apresiasi tinggi terhadap cara BNPT melakukan soft approach. Ia pun menjadi sadar bahwa penanganan terorisme tidak harus dengan cara menanggulangi (hard approach), tapi juga bisa dengan pendekatan lunak dengan mengatasi dari hulu.

Pemkab Tangerang Benarkan PNS Mereka Ditangkap Densus

“Teroris ada di semua negara, termasuk di Jerman. Makanya saya tertarik dengan program pencegahan yang telah dilakukan BNPT. Hari ini kami datang untuk studi banding sekaligus belajar bagaiman cara mencegah seseorang agar tidak menjadi teroris dan membuat orang yang sudah pernah menjadi teroris agar tidak kembali,” ujar Kretschmer, seperti yang disiarkan BNPT.

Ia mengaku terkesan dengan keberadaan Ponpes Al Hidayah dengan boarding school yang dihuni anak-anak mantan teroris. Tempat ini sekaligus menjadi jawaban dan contoh nyata dalam pencegahan terorisme dengan cara-cara yang pintar. Menurutnya, anak-anak ini tidak dilahirkan sebagai teroris sehingga harus diberikan ilmu dan pelajaran yang baik.

IDI Sukoharjo Minta Kasus Sunardi Tak Dikaitan dengan Profesi Dokter

“Tempat ini memberikan masa depan lebih baik buat anak eks teroris agar mereka tidak melakukan kejahatan yang sama seperti yang dilakukan orang tuanya. Masa depan anak ini adalah masa depan seluruh masyarakat agar terbebas dari terorisme. Saya sangat menghargai keberadaan Ponpes Al Hidayah dan sangat apresiasi dengan apa yang dilakukan BNPT dan juga ustadz Khoirul Ghazali,” terang Kretschmer.

Selain berkeliling meninjau Ponpel Al Hidayah dan segala fasilitasnya, delegasi BKA juga melakukan pertemuan dan diskusi hangat dengan Kepala BNPT, serta pengelola Ponpes Al Hidayah. Diskusi berjalan santai, bahkan mereka (BKA) juga membagikan alat-alat tulis dan permen yang disambut suka cita para peserta didik.

Studi Banding

Kunjungan Kretschmer itu, seperti yang dikabarkan oleh tim humas BNPT, tidak lain adalah untuk melihat langsung sekaligus studi banding BKA yang akan mencontoh program soft approach, yang nantinya akan diterapkan di Jerman. Meski selama ini Jerman memiliki pengalaman dalam menangani terorisme, terutama ekstrem kanan dan kiri, tapi untuk pendekatan lunak, mereka masih awam.

Kedatangan delegasi Jerman hanya berselang sepekan setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Belanda Stephanus Abraham Blok ke TPA Baitul Muttaqin dan Yayasan Lingkar Perdamaian di Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Ditempat ini BNPT merangkul 37 mantan teroris yang telah ‘sembuh’ dipimpin Ali Fauzi, adik bomber Bom Bali 1,  Amrozi, untuk mengelola boarding school bagi keluarga dan anak mantan teroris.

Kunjungan pejabat Badan Antiteror Jerman ke Pondok Pesantren Al Hidayah Sumut

“Dua tempat ini sekarang telah menjadi ikon dunia dalam penanganan terorisme. Buktinya hari ini Wapres BKA datang langsung belajar dan saling menggali pengalaman. Minggu lalu, Menlu Belanda juga ke Lamongan, dan akhir bulan ini, Badan Antiteror Jepang juga akan berkunjung ke Lamongan,” kata Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, saat mendampingi kunjungan Kretschmer.

Menurut Komjen Suhardi, di dua tempat itulah, BNPT mencari titik balik supaya para mantan teroris dan keluarganya bisa diterima kembali di masyarakat, sekaligus memberikan kesempatan kedua untuk menjadi manusia bagi nusa dan bangsa. Hasilnya meski belum genap setahun, para santri di Ponpes Al Hidayah ini sudah jauh berbeda dibandingkan di awal-awal program ini dijalankan.

“Lihat saja anak-anak (santri) di sini, dulu saat kali pertama kami datang, mereka seperti takut dan tidak mau berinteraksi, sekarang lihat saja dan tanya mereka cita-citanya, ada yang mau jadi polisi, ustadz, bahkan jadi kepala BNPT. Dulu mereka takut dan jauh dari masyarakat sekitar, sekarang telah bergabung dan terintegrasi,” lanjut mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri itu dalam keterangan pers yang disiarkan BNPT.

Pihaknya juga berencana membangun satu boarding school lagi di Karanganyar, Jawa Tengah, yang juga akan dikelola mantan teroris dan keluarganya. Suhardi berharap cara-cara soft approach ini menjadi contoh baik dalam bersinergi dengan dunia internasional dalam penanganan terorisme.


 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya