VIVAnews - Shirin Ebadi adalah peraih Nobel Perdamaian tahun 2003 asal Iran karena dinilai telah menyebarkan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Namun, penghargaan ini dirampas pemerintah Iran.
Pemerintah Iran menyita Nobel dan ijazah Shirin Ebadi--yang juga pengacara HAM--karena dinilai dinilai sangat vokal melontarkan kritis pedas atas kebijakan negara itu.
Tak cukup dengan itu, Pemerintah pun membekukan rekening Shirin dengan dalih Shirin belum membayar pajak £250 ribu.
Perampasan ini belum pernah terjadi sebelumnya, dalam 108 tahun sejarah Nobel. Aksi Iran itu memicu reaksi keras di Oslo, Norwegia dimana Markas Nobel berada.
Pemerintah Norwegia bahkan memprotes tindakan Iran itu. Komite Nobel pun akan melayangkan surat protes.
“Kami sangat kaget dan hampir tak percaya," kata Menteri Luar Negeri Norwegia, Jonas Gahr Støre. Geir Lundestad, Sekretaris Komite Nobel menyatakan tindakan Iran itu tidak dapat ditolerir.
Shirin merupakan perempuan Iran dan muslim pertama yang dianugerahi Nobel. Dia dinilai layak memperolehnya setelah kampanye perempuan ini soal demokrasi dan HAM.
Dia meninggalkan Iran saat kemenangan Mahmoud Ahmadinejad untuk keduakalinya yang kontroversial. Shirin kemudian keliling dunia selama 5 bulan terakhir untuk mencari perhatian dunia atas dugaan kecurangan pemilu dan kekerasan thd oposisi.
"Saya sekarang di pengasingan," kata Shirin baru-baru ini. (AP)